JEMBER, (News Indonesia) – Gugatan sengketa lahan eks lokalisasi Desa Puger Kulon memasuki tahapan pembuktian saksi dari pihak turut tergugat dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jember.
Gugatan ini berawal dari klaim keluarga Supren dan kawan-kawan yang merasa menjadi ahli waris tanah tersebut. Masalah muncul saat mereka akan menjual tanahnya. Pemerintah desa melarang tanah dijual dengan alasan merupakan aset pemerintah.
Singkat cerita, keluarga Supren dkk menuntut kejelasan status tanah dengan menggugat Pemkab Jember (tergugat 1), Kecamatan Puger (tergugat 2), Pemdes Puger Kulon (tergugat 3), dan beberapa warga yang bermukim di lokasi menjadi turut tergugat di PN Jember.
Pihak turut tergugat yakni warga yang menempati tanah eks lokalisasi menghadirkan Supar, warga setempat sebagai saksi dalam persidangan, Senin (27/5/2024).
Supar melalui kuasa hukumnya Ahmad Sarifudin mengungkapkan, bahwa tanah yang disengketakan dulunya merupakan kanal dan aset pemerintah.
Baca Juga: Depan Ketua PAN Jember Gus Fawait Paparkan Strategi Entaskan Kemiskinan
“Dari awal tanah di sana itu adalah kanal, dan waktu itu ada pengurukan. Beberapa warga melakukan pengurukan dan menutup kanal tersebut yang dari awal sudah tidak ada airnya,” ujarnya.
Sarifudin menegaskan, klaim atas tanah oleh penggugat itu keliru meskipun mereka mengaku ada letter C (surat suatu properti) yang menjadi bukti kepemilikan. “Kalaupun penggugat mengira itu tanah waris itu keliru, dengan bukti yang ada itu tidak sinkron, itu bukan letter C tapi bukti pembayaran pajak dan pembuktian batas-batas tanah tidak teruraikan,” ujarnya.
Sementara, kuasa hukum penggugat Budi Hariyanto menyebutkan, keterangan yang dilontarkan saksi dari turut tergugat mengada-ada dan bertolak belakang dengan keterangan saksi dari tergugat 1, Pemkab Jember.
Alasannya, pada persidangan beberapa waktu lalu Ahmad Subairi saksi tergugat 1 menyatakan, saat dirinya tiba di lokasi eks lokalisasi kondisi tanah rata alias tidak ada kanal.
Menjadi sebuah kontradiksi manakala Supar hari ini mengatakan masih ada kanal saat dia tiba dilokasi. Padahal, lebih dulu Ahmad Subairi dibanding Supar yang jauh belakangan.
“Keterangan saksi ini bertolak belakang dengan saksi dari tergugat 1, makanya saya kan tanya ke saksi (Supar) lebih dulu mana yang datang ke lokasi yang disengketakan. Dia jawab, lebih dulu Pak Mat (Ahmad Subairi). Kan tidak sinkron, yang datang duluan bilang dulu tanahnya rata, sekarang yang datang belakangan bilang ada kanal,” jelasnya.
“Jadi bisa saya katakan, kualitas saksinya saya menganggap tidak maksimal dan bahkan bisa saya bantah nanti di kesimpulan,” tandas Budi. (*)
Comment