Layangkan Somasi ‘Kaleng’, PT Bapco Juga Ancam Pidanakan Warga Tiga Desa Di Paya Bakoeng

Foto : Dokumensi Somasi I PT. Bapco tanpa legalitas setempel Perusahaan yang disampaikan kepada Nasir, warga penggarap lahan.

ACEH UTARA, (News Indonesia) – Perusahaan perkebunan sawit yang disebut memengang legalitas Hak Guna Usaha (HGU) PT. Bahruny Plantation Company yang berkantor di Kebun Pirak Kecamatan Paya Bakoeng Kabupaten Aceh Utara sarat bermasalah dengan lingkungan. Operasional Perusahaan disebut sangat tertutup dan jauh dari pantauan pemerintah.

Perusahaan terkait diduga telah memanfaatkan HGU selama beberapa periode, namun legalitas HGU Perusahaan dipertanyakan masyarakat, selain itu disinyalir HGU PT. Bapco cacat hukum.

PT Bapco dari surat kaleng tanpa legalitas Perusahaan yang disampaikan kepada warga desa Alue Lhok, Seuneubok Aceh dan Buket Pidie menyebutkan sedikitnya mereka memiliki luas areal HGU yang meliputi Gampong Alue Lhok, Seuneubok Aceh, Buket Pidie, Blang Mane, Alue Leukop, Alue Baneng, Krueng Pirak, Desa Nga, Buket Guru dan Tj. Seureukuy seluas 1.019,9 hektar.

Sepengetahun warga masyarakat yang merupakan basis PT. Bapco di Kecamatan Paya Bakong dan Pirak Timu mengetahui bahwa, perusahan terkait telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 1976 lalu. Dan diduga periode HGU saat ini merupakan HGU periode kedua atas lahan tersebut.

Pun demikian, Masyarakat meragukan PT Bapco memiliki luas areal lahan sebagaimana yang tersebutkan. Bahkan warga menuding, jika pun terjadi perpanjangan HGU pada tahun 2016 terhadap Perusahaan terkait, dipastikan perpanjangan HGU tersebut tidak mendapatkan ijin lingkungan dan kuat dugaan tidak adanya pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.

“Lahan yang kami garap adalah lahan kosong dan telah terbengkalai sejak tiga puluh tahun silam. Kini kebun milik kami ini telah tumbuh pepohonan besar yang kami tanami. Kami menanam pinang, durian, pisang dan lainnya,” kata Sofian selaku perwakilan 74 empat warga yang mengisi penolakan Somasi PT. Bapco. Jumat (27/06).

Didampingi Geuchik Alue Lhok dan Tj Seurkuy serta beberapa warga lainnya kepada suaraindonesia, Rabu (25/06/2025) menjelaskan, apa yang terjadi dengan mereka imbas klaim perusahaan besar Perkebunan sawit PT Bapco sejak dua tahun silam.

Silih berganti warga mengatakan, sejak tahun 2022, mereka mulai dipermasalahkan atas lahan garap warga yang telah diurus sejak puluhan tahun silam. Perselisihan ini juga telah diketahui oleh Pemerintah Kecamatan, namun respon pemerintah terkait lemah dan tidak berpihak kepada Masyarakat.
“Atas permintaan kami kepada kecamatan, karena kami terus didesak oleh PT. Bapco, maka kami sempat dipertemukan sekali saja. Setelah itu, kami menghadapinya sendiri,” timpal M. Nasir serta diamini Abdul Manaf.

Hingga tertanggal 8 Maret 2025, berdasarkan pernyataan Geuchik Alue Lhok, Bukhari menyebutkan pihaknya menerima sebuah ampop berisikan dua surat Somasi sekaligus, meski sedikit cacat hukum tanpa legalitas Perusahaan, namun surat Somasi I dan Somasi II ini memuat beberapa poin presisi. Dimana somasi ini meminta warga yang menguasai tanah itu secapatnya diminta untuk meninggalkan lahan terkait.

Surat somasi (peringatan) I dengan nomor 02/PRE/V/2025 tertanggal 8 Maret 2025 tanpa lampiran ini ditujukan kepada saudara Nasir sebagaimana Alamat surat. Dari awal surat pihak PT. Bapco memperkenalkan diri Debi Hendra yang berkapasitas Head Legal PT. Bapco dan Adi Santoso Estate Manager PT. Bapco telah memperingatkan keras saudara Nasir, warga Alue Lhok yang diketahui salah satu warga yang menguasai lahan diklaim lahan HGU PT. Bapco.

Dalam surat Somasi itu menyebutkan lima poin penting yang perlu dipatuhi oleh Nasir, diantaranya Perusahaan terkait memberitahukan bahwa PT Bapco sebagai otoritas lahan seluas 1.019,9 Ha sebagai pemilik yang sah termasuk lahan yang sedang dikuasai oleh Nasir. Nasir dituding telah menguasai HGU PT. Bapco seluas dua hektar, Dimana Nasir telah mengelola dan menguasi lahan mereka.

Pada poin berikutnya, PT. Bapco menyampaikan akses dari penyerobotan lahan mereka seluas 59,5 ha telah menuai kerugian Perusahaan terkait sebesar Rp. 42,8 Miliar lebih. Oleh karena hal tersebut PT Bapco meminta Nasir dan sejumlah Masyarakat lainnya agar segera menghentikan seluruh kegiatan penggarapan atas lahan tersebut, selanjutnya segera mengkosong area terkait dengan memberikan batas waktu selama tujuh hari sejak somasi dikeluarkan.

Pihak Perusahaan juga mengancam, apabila dua surat somasi yang dilayangkan ini dengan ultimatum waktu empat belas hari tidak diindahkan, maka pihaknya akan menggugat hukum perdata maupun pidana terhadap warga terkait.

Sementara itu, surat somasi yang dilayangkan oleh PT. Bapco merupakan salah satu intervensi terhadap warga local Masyarakat setempat. Warga membantah telah menyerobot lahan HGU, melainnya memanfaatkan lahan hutam terbengkalai sejak tahun 1998 untuk dimanfaatkan sebagan lahan pemukiman warga.

“Kami melakukan pemcangan terhadap hutan besar ini. Hutan ini juga mengancam jiwa Masyarakat kami. Dimana hutan tersebut menjadi habitat Binatang buas seperti harimau dan babi hutan, Tindakan kami sudah seharusnya. Jika pun benar itu lahan mereka, tapi mereka telah menelantarkannya berpuluhan tahun lalu dengan kondisi kosong,” terang Nasir.

Warga juga meragukan legalitas hukum atas HGU ini, mereka meminta Pemerintah untuk segera mengevaluasi HGU PT Bapco dan menindak tegas terhadap mereka jika adanya upaya penguasaan lahan mengatas namakan legalitas HGU.

Namun, hal ini sempat direspon oleh pihak Perusahaan yaitu PT Bapco, dengan menyebutkan bahwa pihaknya memiliki legalitas yang kuat terhadap areal Perkebunan mereka, karena memiliki sertifikat HGU yang dikeluarkan oleh BPN.

Comment