Survei Seismik SKK Migas–KEI di Kangean Sumenep Gunakan Teknologi OBN

Foto: SKK Migas bersama PT KEI saat sosialisasi rencana survei seismik tiga dimensi (3D) di zona perairan dangkal West Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. 

SUMENEP, (News Indonesia) – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama PT Kangean Energy Indonesia (KEI) melaksanakan sosialisasi terkait rencana survei seismik tiga dimensi (3D) di zona perairan dangkal West Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Sosialisasi ini bertujuan menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang tahapan eksplorasi migas serta teknologi yang digunakan.

Kampoi Naibaho, Manager Public Government Affairs (PGA) KEI, dalam kegiatan tersebut menjelaskan bahwa survei seismik ini akan menggunakan metode terbaru yaitu Ocean Bottom Nodal (OBN), sebagai bagian dari eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menjaga ketahanan energi nasional di tengah menurunnya produksi migas.

“Dengan adanya survei ini, kami berharap memperoleh data geologi baru untuk mengevaluasi prospek lapangan migas. Namun, semua hasilnya tentu masih perlu dibuktikan melalui tahapan eksplorasi lanjutan,” ujarnya.

Pihak KEI juga menyampaikan komitmennya terhadap perlindungan lingkungan hidup. “Aspek lingkungan tetap menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan kegiatan ini,” tegas Kampoi.

Sosialisasi dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Sumenep pada 4 Juni 2025, lalu dilanjutkan ke tingkat kecamatan hingga desa, dengan dukungan dari Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimka). Dalam proses tersebut, KEI menyatakan bahwa banyak pihak yang berharap kegiatan ini dapat berjalan lancar dan membawa manfaat bagi masyarakat.

Sebelumnya. Sejumlah elemen masyarakat menyuarakan penolakan, salah satunya disampaikan oleh Ketua Kaukus Masyarakat Kangean Peduli Lingkungan (KMKPL), Zaino Arifin.

Dalam pernyataan resminya, Sabtu (14/6), Zaino menyampaikan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ini, mengacu pada pengalaman eksplorasi migas di Desa Pagerungan Besar sekitar tahun 1985.

“Eksplorasi sebelumnya dianggap merusak ekosistem laut, memengaruhi mata pencaharian nelayan, dan mendorong migrasi tenaga kerja ke luar daerah bahkan ke luar negeri,” kata Zaino.

Ia juga menilai kegiatan tersebut belum memberikan manfaat ekonomi signifikan bagi masyarakat lokal.

Zaino menyoroti kurangnya transparansi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) oleh perusahaan migas, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Ia mengingatkan bahwa kegiatan usaha hulu migas perlu menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM.

“Jangan sampai hak-hak masyarakat terdampak diabaikan demi kepentingan investasi semata,” tegasnya.

Comment