Syukuran Masyarakat Silo, Bupati Faida: Seperti Pacar Ketinggalan Kereta
JEMBER, (News Indonesia) — “Seperti Pacar Ketinggalan Kereta”, pernyataan tersebut disampaikan Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR. Saat menghadiri undangan tasyakuran sebagai rasa syukur masyarakat Silo atas dicabutnya lampiran IV dari SK Menteri ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan Blok Silo.
Masyarakat Silo mengundang Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR, Wakil Bupati Kh. Abdul Muqit Arief, serta Kapolres AKBP Kusworo Wibowo. Jumat (15/2/2019) kemarin.
“Dicabutnya WIUP ini murni perjuangan masyarakat Silo yang konsisten dari awal menolak dengan adanya penambangan,” terang Bupati Faida.
Ia juga menyindir dari beberapa pernyataan miring, bahwa dirinya dianggap tidak konsisten dalam memperjuangkan aspirasi rakyat Silo, menurutnya berbagai tuduhan itu, saat ini sudah terjawab.
“Dan sekarang, ketika sudah selesai persoalan ini banyak yang mengklaim bahwa ini adalah hasil perjuanganya. Kemana dari dulu, kok ketika ini selesai baru muncul, itu sama dengan pacar ketinggalan kereta api,” ujar Bupati.
Disampaikan juga bahwa keberhasilan itu karena ada perhatian dari pusat untuk merespon keinginan masyarakat silo, bahwa SK yang direkom dari Gubernur Jawa Timur itu terbukti cacat formal karena tidak ada rekomendasi dari Bupati Jember, dan tidak ada koordinasi dengan Pemerintah setempat.
“Kepada Presiden dan para menterinya kami berterimaksih,” sambungnya.
Selanjutnya, kata Bupati, Pemkab Jember akan fokus merubah Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), bahwa Silo merupakan wilayah pertanian yang bebas dari segala bentuk aktivitas pertambangan.
“Saat ini pemerintah mempersiapkan pergantian isi Perda RTRW, bahwa Silo hanya untuk pertanian dan tidak ada lagi pertambangan emas, sesuai keinginannya masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Forum komunikasi Masyarakat Silo (Formasi) yang juga konsisten menolak tambang tersebut, Hasan Basri mengatakan, Perda RTRW khusus Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (LP2B) memang diperlukan, untuk melindungi hak dan kewajiban warga masyarakat, serta menjamin keselamatannya.
“Kami senang dan bersyukur bupati akan membuat perda tentang pertanian yaitu LP2B, mengembalikan Silo sebagai wilayah pertanian sesuai keinginan masyarakat. Namun, kami ingin tidak hanya menolak tambang, tetapi juga mengembangkan Silo menjadi wilayah selain pertanian, seperti wisata dan kerajinan yang belum dikembangkan,” pintanya.
Dia menambahkan, disamping aktivitas bertani, sejumlah warga masyarakat di Silo juga memiliki keterampilan membuat kerajinan seperti Kerai, Batik dan Tembikar. (Eko/Dewi)
Comment