Presdir DLPKN; Perjanjian Fidusia Harus di Hadapan Notaris, Jika Tak Ingin ‘Aspal’
LUMAJANG, (News Indonesia) — Presiden Direktorat Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (DLPKN) menyebut, penandatangan fidusia antara pihak konsumen dan finance itu harus di depan Notaris. Kalau tidak dilakukan, berarti akte fidusia tersebut bisa dikatakan palsu.
Menurutnya, sebelum pendaftaran fidusia itu, harus ada Akte Fidusianya terlebih dahulu. Maksudnya, perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang dibuat dan ditandatangani oleh konsumen dan finance (para pihak) dihadapan Notaris (Disebut Perikatan), sesuai aturan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
“Tapi kalau hal tersebut tidak dilakukan oleh para pihak dihadapan notaris, maka perjanjian kredit itu tidak bisa disebut Perikatan atau Jaminan Fidusia,” kata Presiden Direktorat Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (DLPKN) Pusat, Zainur Rofiq kepada media ini.
Zainur Rofiq menegaskan kembali, jika ada sertifikat Jaminan Fidusia tanpa adanya Akta Fidusia yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Notaris oleh para pihak, maka Sertifikat Jaminan Fidusia itu ASPAL yaitu Asli tapi Palsu.
Sementara itu, salah seorang penggiat perlindungan konsumen asal DIY, Sugeng juga menyampaikan bahwa pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia harus tetap mengikuti prosedur pelaksanaan suatu keputusan pengadilan.
“Sesuai dengan Pasal 196 ayat (3) yang berbunyi kreditur harus mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar dilaksanakan eksekusi atas benda jaminan berdasarkan titel eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut,” terangnya.
Kemudian, kata Sugeng, pihak pengadilan akan memberitahu debitur agar menyerahkan motor maupun harta benda debitur yang lain yang dijadikan jaminan untuk dieksekusi secara sukarela.
“Namun jika debitur tidak mau, maka pengadilan akan memerintahkan juru sita untuk menyita kendaraan ataupun harta benda debitur yang merupakan objek jaminan fidusia tersebut,” ujarnya.
Objek yang disita tersebut, kemudian akan dijual dengan cara dilelang di muka umum dan hasilnya digunakan untuk melunasi utang debitur kepada perusahaan leasing.
“Soal pelelangan di depan umum ini menjadi hak sepenuhnya dari perusahaan (kreditur) berdasarkan Pasal 29 UU Fidusia. Artinya, kreditur melaksanakan penjualan atau eksekusi berdasarkan kekuasaannya sendiri atau parate eksekusi dan tidak lagi melibatkan pengadilan maupun jurusita untuk melakukan penjualan di muka umum atau lelang,” pungkasnya. (Fuad/SI)
Terkait
Comment