SUMENEP, (News Indonesia) — Mendengar sebutan ‘nasi pocong‘ bagi sebagian orang mungkin terkesan mistis dan menakutkan. Kuliner khas warga Dusun Garantong, Desa Batang-Batang Daja, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, ini rupanya tidak hanya berlatar belakang mistis, aroma dan cita rasa yang ditawarkan juga bisa membuat konsumen penasaran.
Tak ayal, usaha rumahan yang hanya disajikan selama dua hari dalam sepekan ini banjir pengunjung, bahkan diorder oleh beragam kalangan di Kabupaten berjuluk Kuda Terbang. Bahkan, di seputar Daerah Jawa Timur.
Kisah Warung ‘Nasi Pocong‘
Penasaran dengan cerita berbagai pihak, media newsindonesia.co.id mencoba mendatangi warung nasi pocong di Desa Batang Batang Daja. Saat tiba di lokasi, tampak puluhan penikmat kuliner ini berjubel menunggu pesanan.
“Sudah lebih setengah jam mas, kami bertiga ini menunggu,” ucap Syaiful Anwar (19).

Kebetulan waktu itu adalah Sabtu malam (11/4/2020) sekitar pukul 19.10 WIB. Di sekitaran teras rumah sepasang muda-mudi juga terlihat romantis sedang menikmati sajian nasi pocong.
“Kami sering ke sini, tapi biasanya hanya pas malam minggu kayak begini,” kata Rayhan Hilmi (16) sembari senyum.
Usai menikmati sajian nasi pocong sekitar pukul 20.20 WIB tim newsindonesia.co.id baru bisa bertutur sapa dengan pemilik warung yang tak lain adalah Basta (60).
Menurut keterangan dia, lupa tanggal dan waktu bahkan tahunnya, nama nasi pocong berawal dari sebutan 4 orang pemuda setempat.
Ceritanya begini, sebelum booming dengan nama ‘nasi pocong‘, sebenarnya nasi yang dijual Ibu Basta disebut dengan nasi campur layaknya sebutan yang kerap dijumpai di berbagai tempat.
Namun, saat empat orang pemuda hendak membeli nasi campur tersebut, sebelum tiba di lokasi tiba-tiba salah seorang dari mereka melihat sesosok putih berbalut kain kafan. Sontak, ia berteriak keras ‘pocong pocong‘ hingga membuat temannya yang lain lari tunggang langgang.
“Iya waktu itu sekitar pukul 1 malam kalau tidak salah,” ucap Basta memulai cerita yang disampaikan empat pemuda tersebut.
Basta mengaku jika sebutan ‘nasi pocong‘ sebenarnya bukan merupakan nama pemberian darinya, melainkan sebutan masyarakat setempat usai kejadian yang dialami empat pemuda tersebut. “Jadi, sebutan ‘Naspo‘ ini dari masyarakat sini,” urainya.
Sejak saat itu, lanjut Basta bercerita banyak orang yang datang membeli, bahkan dalam beberapa tahun sudah menjalar ke berbagai daerah. Mulai dari kalangan pemuda hingga pejabat dari berbagai daerah.
“Surabaya, Malang, Yogjakarta, dan Kediri pernah datang ke sini, Kalebun (Kades,red) Camat juga datang,” sebutnya.
Warung ‘nasi pocong‘ ini terbilang khas, sebab tidak seperti warung makan pada umumnya, nasi pocong dibuka dengan waktu yang terbatas yaitu hanya ada pada hari Rabu dan Minggu di jam 16:00 WIB sampai pada waktu yang tidak menentu sesuai dengan situasi. Namun standarnya ditutup sekitar pukul 02.00 dini hari.
“Yang biasa di sini ya hari Rabu dan Sabtu, itupun jamnya terbatas, biasanya jam 4 sore sudah dibuka, yang ramai itu pas habis maghrib,” ucap Basta.
Testimoni Penikmat Kuliner
Jika anda berminat untuk menikmati hidangan ‘nasi pocong‘, anda tidak perlu merogoh gocek tinggi, cukup sediakan Rp 5.000 anda sudah bisa mengisi perut yang kosong dengan selera makan yang dijamin enak.
Disajikan dengan urap sayur kecambah, bayam, telur ceplok, gorengan, dan sambal, berbalut bungkusan daun pohon jati, ‘nasi pocong‘ tampak sederhana dengan cita rasa pas dan siap menggoyang lidah.

“Kalau dimakan pas waktu masih hangat, rasanya mau nambah lagi,” kata Syaifurrahman (29) salah satu pecinta nasi pocong asal Kecamatan Dungkek. Sabtu (11/4/2020).
Bahkan menurut pria yang hoby Gowes ini, jika sudah kebelet ingin menikmati nasi pocong, jam berapa pun pasti berangkat. “Gak tahu juga ya, kalau saya sendiri pokoknya suka banget,” imbuhnya.
Sementara menurut Ilfatul Hasanah (22) nasi pocong dinilai memiliki rasa yang tidak membosankan. Sehingga, tidak jarang orang banyak yang datang untuk menikmati sajian itu.
“Pas dikunyah itu rasanya pas di lidah, sehingga kadang masih ngebungkus lagi dibawa pulang,” katanya.
Di samping itu kata dia, nasi pocong juga memberikan nilai tersendiri, mulai soal mistis, hingga efek traumatif pada sesosok pocong yang kerap diidentikkan dengan kondisi horor.
“Awalnya kan takut mas, tapi belakangan setelah saya sering ke sana bareng teman-teman, sudah hilang takutnya,” ucap wanita asal Kecamatan Gapura ini. [ifa/kid]
Comment