JEMBER, (News Indonesia) – Tim dari Polda Jawa Timur pada, Kamis (16/5/2024), dikabarkan tengah melakukan penyelidikan dan olah tempat kejadian perkara dugaan korupsi pembangunan pabrik pupuk organik di Kecamatan Ajung, Jember.
Tak hanya pembangunannya dan proses alih fungsi lahannya yang diselidiki, tapi dugaan korupsi pembangunannya. Serta alih fungsi lahan di Kelurahan Mangli, Kecamatan Kaliwates yang direncanakan akan dibangun hotel.
Perkara alih fungsi Lahan Sawah Dilindungi (LSD) di Kelurahan Mangli yang akan didirikan Swiss-Belhotel digugat Moh. Husni Thamrin seorang warga Jember yang juga berprofesi sebagai advokat di Pengadilan Negeri Jember.
Tidak hanya menyoal alih fungsi lahan di Mangli, Thamrin bahkan juga sudah mengadukan Bupati Jember Hendy Siswanto, Kepala Kantor Pertanahan Jember Akhyar Tarfi dan Kepala Dinas Tanaman Pangan Imam Sudarmaji atas melakukan dugaan pidana tindak pidana Tata Ruang, Lingkungan, Perizinan, dan Korupsi dalam pembangunan pabrik pupuk di Ajung ke Bareskrim Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), April lalu.
Saat dikonfirmasi terkait turunnya tim dari Polda Jawa Timur, Thamrin mengaku tidak begitu kaget. Pasalnya, perkara ini sudah diangkatnya sampai ke tingkat pusat.
Baca Juga: Faida Ingin Mengulang Kenangan Manisnya dengan PDI Perjuangan di Pilkada Jember
Menurutnya, alih fungsi lahan melanggar Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah Yang Dilindungi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Dan Provinsi Nusa Tenggara Barat ditetapkan sebagai upaya menjaga lahan sawah dalam mendukung program pemerintah mendukung ketahanan pangan nasional.
Ditegaskan Thamrin, lahan sawah yang masuk dalam peta LSD sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi perubahan penggunaan tanah dari Menteri ATR/BPN.
Alih fungsi untuk pembangunan pupuk dan hotel dilahan LSD juga ada ancaman pidananya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember 2015-2035 disebutkan, “Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sehingga mengakibatkan perubahan fungsi ruang, kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, atau kematian orang dikenai sanksi pidana”.
Lebih jauh ditegaskan dalam Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana telah dirubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, telah disebutkan bahwa setiap pejabat pemerintah berwenang, yang menerbitkan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya.
Sementara dugaan pidana korupsi Pembangunan Pabrik Pupuk oleh Dinas TPHP Kabupaten Jember yang anggarannya mencapai Rp.21.758.879.900, belum termasuk aset tanah tempat berdirinya pabrik pupuk organik tersebut.
Pembangunan pupuk itu diduga selain tanpa AMDAL dan studi kelayakan, proyek pabrik pupuk juga tidak berdasarkan pengkajian mendalam dalam bentuk perda masterplan atau Perda rencana induk pertanian.
“Semestinya hal-hal yang berkaitan dengan perubahan arah kebijakan pembangunan pertanian didahului pengkajian mendalam yang melibatkan petani dan pelaku industri pertanian. Membangun pabrik tanpa pijakan dasar hukum yang jelas berpotensi merugikan keuangan negara,” ujar Thamrin.
Lebih jauh diterangkan, anggaran pembangunan pabrik pupuk bersumber pada anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) tahun anggaran 2023. Anggaran sebesar Rp.21,7 miliar itu lalu dipecah-pecah menjadi 10 item kegiatan.
“Hasil insvestigasi tim kami, kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Solar Cell) dikerjakan oleh PT. SP JA dengan nilai kontrak Rp.3.870.183.470,- dilakukan dengan menggunakan praktek pinjam bendera dan tender pura-pura (Quasi Tender) lewat pengaturan dibawah pengendalian dan pengaruh langsung/tidak langsung yang dilakukan oleh Ketua UKPBJ saat itu. Belanja bak penampung sebanyak 26 paket dengan total nilai anggaran Rp.1.395.000.000, diduga juga melanggar ketentuan tentang Belanja Hibah,” kata Thamrin menjelaskan.
“Anehnya lagi, belanja desain masterplan kawasan pabrik pupuk organik tidak logis, pekerjaan ini dibuat bersamaan dengan pekerjaan fisik pembangunan pabrik pupuk organik,” imbuh dia.
Thamrin berpendapat, idealnya desain masterplan kawasan pabrik pupuk organik ini dibuat satu tahun sebelum pelaksanaan. Karena desain ini merupakan prakiraan maju terhadap sebuah proyek yang akan dilaksanakan. Dengan konsep yang dibuat bersamaan dengan pekerjaan fisik, sama dengan menyengaja menyusun dalil pembenaran atas Pembangunan pabrik pupuk organik.
“Informasi yang saya terima, pabrik pupuk itu tidak menghasilkan keuntungan finansial. Tiap tahun disuplay pakai APBD, karena produknya belum jelas manfaatnya bagi petani,” tandasnya. (*)
Comment