Rapor Merah Pemkab Jember dalam Penanganan Covid-19

Foto: Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, saat pemaparan hasil survei persepsi kepuasan masyarakat terhadap Pemkab Jember dalam menangani wabah Covid-19.

JEMBER, (News Indonesia) — Alokasi anggaran kurang lebih Rp 400 miliar yang disediakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember tidak memuaskan masyarakat Jember. Hal itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan LSI (Lingkaran Survei Indonesia) Denny JA yang dipublis dalam giat konferensi pers di aula Aston Hotel Jember, Selasa (28/7/2020).

Menurut Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar mengatakan, persepsi kepuasan masyarakat Jember terhadap Pemkab Jember dalam menangani wabah Covid-19 di bawah 50 persen.

“Publik Jember tetap cemas dan cenderung tidak puas terhadap kinerja Pemkab Jember di bawah pimpinan Bupati Faida,” kata Rully dalam pemaparan rilisnya.

Rully menyampaikan bahwa dari hasil survei yang dilakukan pihaknya. Merupakan Rapor Merah bagi Kabupaten Jember, terkait penanganan Covid-19 di Kabupaten Jember.

Penilaian itu, berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan tim LSI Denny JA pada tanggal 9-13 Juli 2020, melibatkan 1000 responden yang tersebar di seluruh kecamatan, dengan Margin of Error (MoE) sebesar +/- 3,16persen. Selain survei kuantitatif, tim LSI Denny JA juga menggunakan riset kualitatif untuk memperkuat temuan dan Analisa.

“Dengan anggaran ini (479,4 Miliar,red) apakah mempunyai dampak baik untuk penangan covid maupun penangan dampak ekonomi, nah ketika kita tanyakan lebih dalam ke masyarakat, mengenai kinerja pemkab, ya memang ada 5 rapor merah yang kita temukan,” Kata Rully.

Rully merinci, kelima hal tersebut adalah, Pertama, mayoritas publik (57,2 persen) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Mereka yang menyatakan pernah mendapat bantuan hanya sebesar 30,3 persen dan 12,5 persen lainya tidak menjawab.

“Mereka yang menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial, dari segmen etnis Madura (54,2 persen) menyatakan tidak pernah menerima bantuan sosial. Etnis lain yang tidak pernah menerima bantuan yaitu Jawa (61,2 persen) dan Lainnya (16,7 persen),” ujarnya.

Pada segmen Pendidikan, Kata Rully, mayoritas publik yang berpendidikan SD sebesar (51,9 persen) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Sebesar (55,6 persen) publik Pendidikan SMP menyatakan tidak pernah mendapat bantuan. (75,2 persen) publik Pendidikan SMA juga tidak pernah mendapat bantuan. Sedangkan mereka yang menyatakan pernah kuliah sebesar (62,9 persen) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial.

Mereka yang tidak mendapatkan bantuan sosial dari segmen Gender, sebesar (56,7 persen) perempuan menyatakan tidak mendapat bantuan sosial dari Pemda. Sedangkan laki-laki sebesar (57,7 persen) menyatakan tidak mendapat bantuan sosial.

Selanjutnya penanganan Covid-19 di Kabupaten Jember adalah persepsi terhadap kondisi ekonomi masyarakat menjadi lebih/ jauh lebih buruk. Sebesar 66,2 persen publik menyatakan kondisi ekonomi mereka dalam keadaan lebih buruk saat adanya wabah Covid-19.

Faktor ketiga adalah persepsi kepuasan terhadap kinerja bupati yang hanya mendapat poin 49,5 persen menyatakan puas dan sebesar 40 persen menyatakan tidak puas. Sedangkan sisanya tidak menjawab.

“Ketika penangannya baik, harusnya kepuasan diatas 70 persen’an. itu, baru bisa dikatakan masyarakat puas terhadap kinerja permerintah kabupaten,” ucapnya.

Lebih lanjut, Rully mengatakan, Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah kabupaten Jember dalam menangani Covid-19 terbagi dalam beberapa kategori, yang seluruhnya hanya berada pada tingkat kepuasan dibawah 50 persen.

Antara lain, melakukan tes 49,8 persen, melakukan pelacakan (tracing) 45 persen, menyediakan rumah sakit dan fasilitas kesehatan 49 persen, menyediakan APD untuk tenaga kesehatan 43,8 persen, menyediakan ventilator 38 persen, menjamin kesejahteraan dokter dan tenaga medis 39,2 persen, menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dengan harga yang stabil 48,7 persen, menyediakan bantuan sosial 46,7 persen, dan batuan kepada pekerja yang di PHK 30,2 persen.

Sementara catatan Negatif yang keempat adalah rendahnya persepsi masyarakat yang menilai kemajuan pemerintah dalam menangani Covid-19. Hanya sebesar 46,7 persen masyarakat yang menyatakan ada kemajuan yang dilakukan pemerintah dalam menangani virus ini.

“Sebesar 26 persen menyatakan tidak ada kemajuan dan sisanya tidak menjawab. Idealnya, pada pemerintah yang dianggap berhasil oleh publik harus mendapat poin kemajuan di atas 75 persen,” pungkasnya.

Kemudian pada faktor terahir, adalah tingginya persepsi terhadap kekhawatiran masyarakat terhadap dampak wabah ini. Sebesar 74,5 persen publik menyatakan takut tidak mendapat pekerjaan. 79,7 persen publik khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebesar 75,5 persen khawatir mereka akan kelaparan, dan sebesar 80,5 persen khawatir jatuh sakit. (*)

Comment