Jurnalis Jember Desak Jokowi Cabut Remisi si Pembunuh Jurnalis

JEMBER, (News Indonesia) — Berjalan mundur, itulah aksi yang dilakukan oleh puluhan jurnalis di Jember yang tergabung dalam organisasi AJI, FWLM, IJTI untuk menggambarkan kemunduran dari kebebasan pers atas pemberian remisi kepada Nyoman Susrama, si pembunuh jurnalis Radar Bali AA. Narendra Prabangsa.
Berdasarkan data yang terhimpun di AJI, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia, yang sudah diusut. Sementara, delapan kasus lainnya belum tersentuh hukum.
Delapan kasus itu, antara lain: Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).
Kasus Prabangsa, hakim menghukum Susarama dengan vonis penjara seumur hidup dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010.
Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil.
Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.
“Hal itulah yang kemudian menjadi tergeraknya semua insan Pers untuk menyuarakan ketidak adilan yang dilakukan oleh presiden atas dikeluarkannya Kepres No. 29 tahun 2018 tentang pemberian remisi,” ucap Korlap aksi Mahrus Sholeh, lewat aksi turun jalan di Bundaran DPRD Jember, Senin (28/01/2019).
Menurutnya, remisi yang diberikan oleh presiden Jokowi sebagai bentuk ancaman serius terhadap kebebasan Pers sekaligus ancaman serius terhadap demokrasi di Indonesia.
“Kita ketahui bahwa Pers adalah pilar ke empat demokrasi di Indonesia,” terang Mahrus.
Ketika Pers ini diancam oleh keputusan Presiden terhadap pembunuh jurnalis, sama saja Presiden Jokowi tidak mendukung adanya iklim kebebasan demokrasi.
“Bagaimana jika Susrama pembunuh jurnalis Prabamgsa ini bebas dari tahanan yang semula dihukum seumur hidup menjadi 20 tahun. Maka, akan banyak kasus serupa yang akan terjadi,” pungkasnya.
Menanggapi keputusan presiden itu, Aliansi Jurnalis Jember menyatakan sikap:
Mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi kepada pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis. Fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara berencana.
Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup. Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia.
Meminta Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi terhadap Susrama. Kami menilai kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia. AJI menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut. (Eko/Dewi)

Comment