Penulis : Hairul Anwar (Pengusaha Muda Asli Sumenep, saat ini sebagai Pembina Asosiasi Media Online Sumenep).
SUMENEP – Iklim ekonomi dan politik di tahun 2018 masih diliputi ketidakpastian. Banyak hal yang mengindikasikan kearah itu. Pemerintah boleh optimis tapi pasar yang akan meresponnya apakah betul asumsi pemerintah dengan segala variablenya ataukah pasar yang akan menentukan.
Ekonomi kita masih sangat tergantung dari komoditas bukan dari sektor produksi apalagi sektor ekonomi kreatif. Ketergantungan kita pada ekonomi global sangat riskan sekali karena terkadang kita hadir hanya sebagai penonton ‘bukan pemeran’.
Pemainnya tetap dari kawasan Amerika dan Eropa dengan modal dari kawasan Timur Tengah. Kita tidak bisa mengejar ekonomi China apalagi Jepang dan Taiwan yang ekonominya sudah 100% tergantung pada manufaktur.
Selama rezim ini tidak ada perubahan signifikan, yang bisa dinikmati masyarakat kecil hanyalah PKH.
Klaim banhwa dengan gerojokan dana DD yang memacu pertumbuhan di daerah pedesaan, justru terkadang hanya membawa korupsi terus mengalir kebawah dengan adanya dana itu. Coba ukur berapa pertumbuhan yang didapat ketika ada DD dengan tidak ada dana dari pemerintah pusat itu.
Nyaris hampir sulit didapatkan datanya, karena memang dana itu tidak berhasil mendongkrak roda perekonomian di sejumlah desa yang teraliri duit Miliaran rupiah itu.
Tapi itulah kebijakan politik, sangat jarang orang mengakui kesalahan karena itu berkaitan dengan pencitraan, karena bagi seorang pulitikus, citra adalah segalanya. Ekonomi tidak bisa hanya untuk populis semata yang kadang dalam situasi darurat itu memang perlu sekali.
Dalam situasi yamg sulit seperti sekarang, pengusaha hanya bisa wait and see, dimana suku bunga dan investasi tidak imbang dibanding dengan naruh modal di perbankan ketimbang beresiko kalau diputarkan disektor riil.
Bunga kredit yang masih tinggi menjadi momok yang menakutkan bagi dunia usaha yang setiap hari menghantui ketika bergulat dengan ketidak pastian. Sekarang beban pajak yang sangat agresif membuat ekonomi malah sulit untuk bergerak.
Kalau dari sisi pemerintah, pajak yang agresif merupakan sisi keuntungan tapi dipihak masyarakat pajak yang agresif membuat masyarakat selalu dibebani dengan pengeluaran.
Rezim silih berganti tapi kehidupan rakyat tidak cenderung untuk bergerak cepat. Apa yang salah. Rakyatnya-kah yang memang sulit diajak maju ataukah rezimnya yang selalu mengubah-ubah aturan sehingga menciptakan ketidakpastian?.
Bentuk ekonomi pancasila yang berkeadilan sosial, semestinya sudah mulai dari dulu membuat masyarakat berkemakmuran. Tapi saat ini yang terjadi justru keadilan bagi yang berkuasa baik di sisi ekonomi maupun sisi hukum.
Pemgusaha banyak terjeray kasus karena mereka tidak punya cara lain berkompetisi secara sehat selain berkolusi dengan penguasa yang terindikasi ‘korup’.
Pilihan hidup atau mati membuat pengusaha berbuat apa saja yang penting perusahaan jalan dan dapat untung. Sehingga kadang kaidah moral dan etika ditabrak meskipun itu tidak sesuai dengan hati nurani mereka.
Apakah rezim ini bisa dibilang berhasil seperti yang diberitakan sejumlah media mainstream yang terkadang memang ‘diseting’ untuk membela pemerintah dari berbagai sisi.
Dunia dibuat abu-abu dan dikaburkan dengan pembagunan insfrastruktur yang katanya bisa membuat negara lebih maju, tapi uangnya dari berhutang.
Apa hebatnya coba?. Analoginya begini, sebuah rumah tangga yang punya pemghasilan 2 juta. Tapi bisa punya rumah yang asri dari hasil menabung menyisihkan penghasilan meskipun rumahnya dipinggiran. Itu lebih bagus dari pada ada lagi sebuah rumah tangga punya penghasilan 2 juta dan menghabiskan uang itu untuk belanjan dan untuk membeli rumah mereka harus hutang.
Apa hebatnya coba…?. Kalau setiap membangun itu hutang,Semua orang bisa. Gak perlu sekolah kalau begitu kan….
Indonesia ini perlu orang yang luar biasa, yang bisa membawa hal biasa menjadi luar biasa. Bukan hanya pemimpin upacara yang tidak bisa bekerja dan kerjanya hanya menyalahkan masa lalu.
Untuk 2018, sejumlah daerah yang Berpilkada, carilah pemimpin yang tahu akan kebijakan ekonomi dan berintegritas secara politik, jangan hanya mencari pemimpin yang hanya populer dengan sedikit ‘embel-embel’.
Comment