SUMENEP, (News Indonesia) – Kasus dugaan penyelewengan Bantuan Sosial (Bansos) baik BPNT, PKH maupun BLT BBM di Desa Jate, Pulau Giliraja, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terus berlanjut.
Teranyar, Pihak PT Pos Indonesia Kabupaten Sumenep mengungkap bahwa total data penerima bantuan sosial di Desa setempat berjumlah 409 orang.
“Saya cek datanya, di desa Jate total ada 409 penerima,” kata Saifuddin, Bagian Penjualan Jasa Keuangan PT Pos Indonesia Kabupaten Sumenep. Jumat (13 Januari 2023), kepada sejumlah wartawan ditemui di ruang kerjanya.
Total penerima yang berjumlah 409 orang tersebut, lanjut Saifuddin, merupakan data keseluruhan penerima bantuan, baik Bansos BPNT, PKH maupun BLT BBM.
“Ada yang penerima BPNT, PKH atau BLT BBM. Di undangan yang dikeluarkan PT Pos itu sudah ada nominalnya, ada rinciannya di situ. Ada yang menerima PKH dan BLT BBM, dan seterusnya, jadi bervariasi setiap penerima tidak sama nominalnya,” rincinya.
Ditanya mengenai dugaan penyelewengan Bansos Desa Jate Giliraja yang tengah jadi perhatian masyarakat, Saifuddin mengurai prosedur pendistribusian bantuan sesuai aturan yang berlaku.
Sebelum pendistribusian, pihak PT Pos Sumenep telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Sosial.
Untuk pendistribusian, pihaknya bekerjasama dengan Pemerintah Desa, karena yang paham terhadap warganya adalah Pemerintah Desa setempat.
“Kami siapkan undangannya, Pemdes yang mendistribusikan kepada warga. Begitu prosedurnya mas. Setelah itu kami jadwalkan kapan proses pencairannya,” terangnya.
Sesuai SOP (standar operasional prosedur), saat pencairan, penerima bansos membawa kartu identitas berupa KTP, nantinya akan diverifikasi sesuai dengan NIK yang tertera di undangan.
“Jika penerima sedang berhalangan semisal di luar kota, bisa diwakilkan pencairannya kepada keluarga lain yang masih satu KK. Kalau tidak satu KK tidak bisa,” tegasnya.
Sebelumnya, dugaan penyelewengan Bansos di Desa Jate Giliraja dilaporkan sejumlah warga setempat didampingi aktivis Aliansi Pemuda Jate (APJ).
Mereka mendatangi Mapolres Sumenep guna melaporkan kasus dugaan pemotongan bantuan, tepatnya pada Desember 2022 lalu.
Versi pelapor, dugaan ketidakberesan penyerahan Bansos ini terkuak saat masyarakat tidak mendapat undangan resmi berlogo PT POS Indonesia.
Ketua APJ Rofiki membeberkan temuan yang terjadi di lapangan, undangan disampaikan oleh pihak desa secara lisan kepada kelompok penerima manfaat (KPM).
“H-1 pencairan di desa lain itu dapat undangan resmi seperti Desa Banbaru, Lombang dan Banmaleng. Nah di Desa Jate sendiri tidak begitu,” ungkapnya, saat dikonfirmasi media.
Kecurigaan aktivis, kata dia makin kuat saat penyerahan Bansos berlangsung tanpa ada penjelasan dari pihak desa soal jenis apa saja yang akan diterima masyarakat.
Padahal, lanjut Rofiki, waktu itu ada tiga jenis bansos yang akan dibagikan yakni BPNT, PKH dan BLT BBM tahap 2.
“Mestinya kan dijelaskan dulu. Karena setiap KPM itu berbeda, ada yang dapat BPNT, ada yang BLT BBM, ada yang PKH. Ada juga yang dapat BPNT dan BLT BBM sekaligus,” bebernya.
Berdasarkan data yang dikantongi aktivis APJ, terdapat sekitar 50 KPM yang tidak menerima bantuan tersebut. Padahal, ketika dicek di sistem resmi kementerian sosial datanya masuk.
“Tidak menutup kemungkinan ini akan bertambah. Sebab, laporan sudah masuk dan saat ini sudah selesai pemanggilan saksi-saksi,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Sudarsono, pria yang juga ikut mendampingi warga melapor menduga kondisi tersebut memang sengaja dimainkan oleh pihak desa agar masyarakat yang kemungkinan besar menerima ganda (double) pada BPNT dan BLT BBM tidak tahu nominal asli penerima.
Padahal, lanjut mantan Anggota BPD Jate ini, dalam undangan resmi yang berlogo PT POS Indonesia tertera jelas.
“Dari kondisi ini KPM itu hanya menerima satu bantuan. Padahal, ia mendapat dua bantuan sekaligus, terus kemana hak mereka,” terangnya.
Keanehan lain juga diungkap Sono, temuan di lapangan, ada warga yang secara administrasi ketika dicek di sistem resmi kementerian sosial datanya tidak masuk, tapi ada oknum perangkat desa yang tiba-tiba mengantar uang sebesar Rp 900.000,-.
“Aneh kan, yang masuk daftar penerima tidak mendapatkan haknya, yang tidak terdaftar malah dianterin uang,” sebutnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti Sutioningtyas mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menerima laporan dugaan kasus bansos yang terjadi di Desa Jate, Giliraja. Bahkan, sudah masuk tahap pemanggilan.
“Pelapor sudah dipanggil untuk klarifikasi,” katanya, saat dikonfirmasi.
Menurutnya, penyidik butuh waktu yang cukup panjang karena mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) tidak mudah.
“Masih tahap klarifikasi, karena proses kasus korupsi itu memakan waktu yang cukup panjang. Proses klarifikasi, proses penyelidikan, banyak lah prosesnya,” terangnya, kepada sejumlah media.
Mantan Kapolsek Sumenep Kota ini mengaku telah menjadwalkan pemanggilan terlapor, sembari penyidik fokus mengumpulkan bukti-bukti di lapangan.
“Masih dijadwalkan, kami masih mencari bukti-bukti di lapangan, kami akan klarifikasi mereka yang mendengar, melihat dan menyaksikan kejadian itu,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Jate, Lismawati masih belum menanggapi upaya konfirmasi media meski telah ditelepon berulang kali hingga berita ini naik. (*)
Comment