12 Tahun Tempuh Kuliah, Mahasiswa “TKI” Ini Akhirnya Diwisuda

12 Tahun Tempuh Kuliah, Mahasiswa "TKI" Ini Akhirnya Diwisuda.

PAMEKASAN, (News Indonesia) — Bermimpi mengenyam pendidikan tinggi hingga diwisuda tentunya merupakan harapan setiap orang, namun tidak sembarang orang bisa mewujudkan mimpi itu.

Tidak sedikit orang yang harus lebih dulu memeras peluh demi meraih pendidikan tinggi, bahkan ada sebagain dari mereka yang harus banting tulang demi menyelesaikan pendidikan mereka, salah satunya seperti yang dialami oleh wisudawan ke-26 IAIN Madura yang harus berjuang hingga 12 tahun lamanya untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S-1).

Sebut saja pria beruntung itu H. Suyuthi. Pria asal Desa Ambat Kecamatan Tlanakan, Pamekasan itu, merupakan salah satu mahasiswa yang beruntung bisa menyelesaikan studi S-1, meskipun hal itu harus ditempuh dengan penuh cucuran keringat perjuangan.

Suyuthi berbeda dari mayoritas mahasiswa milenial lainnya, dia merupakan sosok pejuang tangguh yang tak kenal lelah dalam mewujudkan impiannya meraih gelar sarjana. Setidaknya, Suyuthi harus menunggu waktu yang bisa tidak lazim dilalui oleh mahasiswa pada umumnya.

12 tahun lamanya, H. Kolud biasa ia disapa harus bergelut dengan berbagai ujian hidup, mulai dari keterbatasan ekonomi, keluarga, hingga harus merantau menjadi seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, harus dilaluinya untuk sekedar menggeser tali toga yang disematkan di kepalanya saat prosesi wisuda IAIN Madura.

Suyuthi awal menginjakan langkah penuh harapnya ke STAIN Pamekasan kala itu, tepatnya pada 2008 dengan berbagai ekspektasi besar bisa meraih sukses kilat melalui impiannya menjadi seorang sarjana.

Namun apalah daya, ekspektasi besar itu terpaksa dia kubur, lantaran himpitan ekonomi yang mengharuskannya berhenti sejenak dari bangku kuliah.

Himpitan ekonomi yang dia alami, tak hanya memupus mimpi di bangku kuliah, pada tahun 2010 Suyuthi terpaksa mengadu nasib di perantauan dengan menjadi TKI di Saudi Arabia. Hal itu harus dilakukan Suyuthi, dengan harapan bisa memperbaiki strata ekonomi agar tekadnya untuk meraih sukses melalui pendidikan tinggi terwujud.

Pendapatan dari seorang TKI di Saudi Arabia yang cukup menjanjikan, tak lantas mengubur mimpi Suyuthi untuk menyelesaikan S-1 di perguruan tinggi Islam satu-satunya di Madura itu. Dengan tekad kuatnya, Suyuthi kembali lagi ke tanah kelahiran untuk menata mimpi yang pernah terkubur.

Tepatnya pada tahun 2012, sosok pejuang itu kembali ke tanah air dengan membawa sejuta harapan dapat melanjutkan dan menyelesaikan studinya di STAIN Pamekasan.

H. Suyuthi berfoto bersama usai mengikuti prosesi wisuda di IAIN Madura.

Suyuthi kembali menjadi mahasiswa aktif pada Program Studi Perbankan Syariah (PBS) hingga akhirnya ia lulus dengan gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada tahun 2019.

“Alhamdulillah, meski tertatih-tatih dan harus memeras peluh dan cucuran air mata, saya bisa menyelesaikan studi ini,” ujarnya, Sabtu (29/6/2019), kepada media ini usai prosesi wisuda.

Jangka waktu 7 tahun untuk menyelesaikan pendidikan S-1 bukan waktu yang singkat. Suyuthi terpaksa menyelesaikan program sarjananya hingga masa injury time atau semester 14. Lagi-lagi faktor ekonomi serta tanggungjawab sebagai kepala keluarga menjadi faktor penghambat dirinya dalam menyelesaikan studi tepat waktu.

Ujian ekonomi yang sempat mengubur mimpinya pada tahun 2008 itu, kembali menjeratnya pada tahun 2013, tepatnya pada saat ia semester lll. Suyuthi pun harus menikah hingga akhirnya pada tahun 2014 ia dikaruniai seorang anak laki-laki.

Meski tanggungjawab yang dia lalui lebih berat dari yang pernah terjadi pada 2008 lalu, namun tekad untuk tidak mengulangi kegagalan yang sama membuat sosok pejuang itu mampu mengenyampingkan persoalan ekonomi dam tanggung jawab sebagai kepala keluarga untuk bisa menyelesaikan program sarjana ekonomi yang dilalui.

Alhasil, pada semester tujuh, pria yang juga aktif di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini mampu menyelesaikan seluruh studi perkuliahan dengan tanpa tanggungan satu materi mata kuliah.

Meskipun, dia terpaksa menunda-nunda penyelesaian tugas akhir skripsi lantaran persoalan ekonomi dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Akan tetapi, dengan kegigihannya, pria murah senyum ini terus berbenah dan memutuskan 2019 menjadi target dirinya untuk lulus dan menyandang gelar sarjana.

Dia beranggapan, dengan menyelesaikan program sarjana, dirinya bisa mengabdikan diri kepada masyarakat, terlebih, tahun 2019 menjadi momentum bersejarah, karena bertepatan dengan momentum pesta demokrasi tingkat desa. Dimana ia diminta oleh masyarakat, untuk bisa berpartisipasi dan maju sebagai salah satu kontestan kepala desa di tempat dia dilahirkan.

Dengan mengharap limpahan do’a para pimpinan dan para sahabat-sahabatnya di IAIN Madura, serta jajaran do’a barokah para pendidik di IAIN Madura secara khusus, harapan untuk menjadi pengabdi masyatakat di desanya, yaitu Desa Ambat Kecamatan Tlankan Kabupaten Pamekasan bisa terwujud.

“Saya yakin bahwa orang yang mencari ilmu itu pasti dimudahkan rejekinya, dan saya juga sudah membuktikan hal itu dengan mampu melewati pedihnya perjuangan itu hingga dapat menyelesaikan pendidikan S1 di IAIN Madura, sekarang saatnya saya kembali ke desa dan mengabdikan diri untuk masyarakat,” pungkasnya. (AQ/jie)

Comment