LUMAJANG, (News Indonesia) – Pasca penutupan tempat prostitusi Bebekan Kabuaran Kunir, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Jumat (28/6/2019) lalu, ada banyak cerita menarik. Salah satunya soal uang sewa tempat prostitusi yang merupakan tanah negara atau Tanah Kas Desa (TKD).
Berdasarkan penuturan Kepala Desa Dorgowok, Holil, sesuai kesepakatan antara pihak desa dengan penyewa, mereka dikenakan kewajiban membayar sewa dengan harga yang bervariatif, antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta setiap tahunnya.
“Mereka harus membayar uang sewa perumahan atau setiap bangunan rumah semi permanen, besarannya bervariatif. Ada yang Rp 1 juta, Rp 1,2 juta hingga Rp 2 juta per tahun. Jadi besarannya beragam,” ujarnya, kepada sejumlah media. Senin (1/7/2019) kemarin.
Untuk diketahui, luas tanah yang disewakan pihak pihak desa untuk tempat maksiat tersebut mencapai 1 hektar lebih, di atas lahan milik negara itu, dibangun sebanyak 17 rumah semi permanen.
“Dari luas 1 Ha lebih, yang digunakan untuk bangunan semi permamen hanya 17 rumah,” sambungnya.
Dari penjelasan Holil, bayangkan, jika sewa per rumah setiap tahun rata-rata dikenakan tarif Rp 1,5 juta dikalikan 17 rumah, maka akan ketemu Rp 25 juta. Menariknya, uang tersebut diakui tidak hanya masuk ke kantong pribadi Kades, tapi diklaim untuk kegiatan masyarakat Desa setempat.
“Jadi, uang itu untuk kegiatan yang ada di Desa Dorgowok. Entah itu acara 17 Agustusan dan acara acara lain. Yaa….. dari uang itu. Dan saya tidak pernah menarik uang kegiatan kepada masyarakat. Malah saya sering nomboki kegiatan desa karena hasil uang itu (sewa TKD yang dibuat tempat prostitusi,red) tidak cukup,” kata Holil.
Tidak sampai di situ, Holil juga menyinggung soal uang yang disebutnya untuk ‘keamanan’ yang selalu ia keluarkan kepada para oknum, agar kondisi Bebekan Kabuaran tetap kondusif.
“Kita juga masih mengeluarkan biaya untuk keamanan dan biaya kegiatan di luar kegiatan Desa Dorgowok, juga untuk pihak keamanan,” tuturnya, sambil menyebut nama – nama yang dia maksud sebagai pihak yang menjaga keamanan itu.
Kendati demikian, pasca penutupan yang dipimpin langsung oleh Bupati Lumajang, pihaknya mengaku tidak ingin ambil pusing, walau ada yang mempersoalkan uang sewa tersebut.
“Saya tidak akan menutup-nutupi. Bisa saja saya sebut siapa-siapa yang menerima dan sering diberi uang itu. Saya gak mau kalau disalahkan sendiri,” ujarnya.
Ia pun merinci, selain setoran uang ‘keamanan’, Holil juga menyebut, ada oknum lain yang diberi jatah menarik uang dari para tamu yang datang ke Bebekan. Uang itu masuk kantong pribadi para oknum tersebut.
“Selain memberikan bantuan uang kegiatan kepada pihak lain yang membutuhkan, ada juga oknum yang diberi jatah menarik terhadap “tamu” yang datang ke Bebekan. Besarannya ada yang Rp 5 ribu dan 10 ribu per kepala,” bebernya.
Kendati demikian, pihaknya mengaku tidak dapat berbuat banyak, karena yang melakukan penutupan adalah Pemerintah Daerah.
“Karena yang menutup pemerintah, silahkan. Kalau saya yang menutup saya khawatir akan disalahkan oleh masyarakat maupun penyewa. Apalagi sewanya ini kan sebelum saya menjabat sebagai Kades Dorgowok,” sebut dia.
Pasca pembongkaran, pihaknya mengaku belum bisa memberikan kepastian, akan digunakan untuk apa tanah kas desa setempat, sehingga dalam waktu dekat ia masih akan berkonsultasi dengan pihak camat, bahkan Bupati.
“Belum tahu mau dijadikan apa. Mungkin dua bulan ke depan saya diamkan dulu sambil menanyakan kepada pihak kecamatan atau ke bupati,” pungkasnya. [arifin/jie]
Comment