Konflik Desa Dengan Perhutani, Ketua SPL: Diperlukan Penetapan Tata Batas Hutan
LUMAJANG, (News Indonesia) – Ada 6 kecamatan dan 18 desa yang sampai saat ini mengalami konflik dengan pihak Perhutani. Perjuangan dari petani di Kabupaten Lumajang untuk mendapatkan haknya mengalami perjalanan yang sangat panjang.
Hingga saat ini, menurut Ketua Serikat Petani Lumajang (SPL), Nurul Huda, bahwa masih ada masalah mengenai tata batas dengan pihak Perhutani belum juga menemui titik terang, dan bahkan terjadi klaim sepihak atas tanah yang sudah digarap oleh rakyat.
“Untuk menyelesaikan wilayah tata batas antara petani di sekitar hutan dengan Perhutani, diperlukan proses penetapan tata batas hutan,” katanya kepada awak media.
Ada beberapa Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) yang dapat dijadikan bahan SPL untuk melakukan aksi ini, diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Hutan, Permenhut Nomor P.47 Tahun 2010 Tentang Panitia Tata Batas dan Permenhut Nomor P.50/Menhut-II/2011 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan yang mana masih banyak memiliki kelemahan.
“Dimana aturan tersebut dijelaskan bahwa penetapan tata batas hutan harus di setujui dan ditandatangani oleh masyarakat sekitar hutan,” bebernya.
Selain konflik Perhutani ini, kata Nurul Huda seperti yang terjadi pada petani dipesisir selatan Lumajang tepatnya di Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang sampai saat ini nuga mengalami masalah dengan lahan garapannya.
“Tanah yang mereka reklamasi dan digarap sejak tahun 1948 sempat dirampas oleh rezim orde baru dan direbut kembali oleh penggarap pada tahun 1998, hingga saat ini juga masih mengalami konflik,” ujarnya lagi.
Koordinator Aksi, Lasiono juga menyatakan jika ada perkembangan terbaru dari konflik tersebut bahwa ada oknum perangkat desa yang melakukan pengukuran secara sepihak tanpa memberi tahukan dulu kepada petani penggarap sawah rawa tersebut.
“Tentu saja hal tersebut membuat petani penggarap langsung melakukan protes terhadap pengukuran tersebut,” kata Lasiono.
Dugaan pengukuran ini, menurut Lasiono dikarenakan ada pihak yang berupaya untuk mengajukan sertifikat atas lahan tanah rawa seluas 200 hektar.
“Oleh karena itu, kami Serikat Petani Lumajang (S PL) bersamaan dengan ini menuntut untuk meminta kepada pihak Perhutani untuk menunjukan berita acara penetapan tata batas hutan,” ungkapnya.
Kedua kata Lasiono, pihaknya menuntut Perhutani untuk menghentikan klaim sepihak atas tanah petani di sekitar hutan. Dan sekaligus menghentikan intimidasi terhadap petani sekitar hutan.
“Segera lakukan penyelesaian konflik-konflik agraria yang terjadi di Lumajang, dan meminta BPN untuk tidak mengeluarkan sertifikat dilahan yang masih sengketa,” pungkasnya. (Fuad/Dewi)
Comment