Kisah Pilu Nelayan Sumenep Berjuang Hidup Selama Enam Hari, Terombang ambing di Lautan
SUMENEP, (News Indonesia) -- Menjadi seorang nelayan tidaklah mudah, ia dituntut untuk tampil layaknya Marcopolo yang terkenal dengan sebutan 'Pemberani dan Tangguh' atau Ferdinand Magellan seorang penjelajah lautan dari Portugis yang memiliki nyali besar ingin membuktikan bahwa bumi bulat, walaupun harus bertarung melawan nyanyian gelombang dan syair angin dilautan.
SUMENEP, (News Indonesia) — Menjadi seorang nelayan tidaklah mudah, ia dituntut untuk tampil layaknya Marcopolo yang terkenal dengan sebutan ‘Pemberani dan Tangguh’ atau Ferdinand Magellan seorang penjelajah lautan dari Portugis yang memiliki nyali besar ingin membuktikan bahwa bumi bulat, walaupun harus bertarung melawan nyanyian gelombang dan syair angin dilautan.
Demikian pula dengan Nelayan kita yang memiliki cita luhur memenuhi hajat hidup keluarga.
Senin 04 Februari 2019 bertempat di Dusun Toraja Desa Romben Barat Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, Sa’a 49 Tahun salah satu nelayan yang dikabarkan hilang berhari hari di lautan, menuturkan kisah pilunya kepada media ini.
“Saat itu cuaca kira bersahabat, sehingga pada Senin (28 Januari 2018) kami Bertolak dari pulau Kangayan hendak menuju kampung halaman, akan tetapi di tengah perjalanan ombak kian besar, angin dan kilatpun mulai menggelegar hingga kami terpaksa harus bersandar di ‘takat komerean’ (wilayah pulau Sapeken)” ujar Sa’a.
Sesekali ia menghelu nafas mengingat perjuangan hidup bersama empat orang rekannya, yang tak lain masih satu keluarga.
“Sebelumnya kami memang sempat memberi kabar kepada keluarga, karena sudah hampir sebulan lamanya tidak bersua, bahwa kami sudah dalam perjalanan pulang sembari mengharap do’a walaupun itu hanya sebentar saja, waktu itu Selasa (29/01/2019)” imbuhnya lirih.
Setelah cuaca mulai reda, kamipun mulai melanjutkan perjalanan kembali, tapi nahas mesin perahunya mengalami kerusakan, hingga tak bisa dihidupkan kembali untuk melanjutkan perjalanan pulang.
“Kami mengalami truoble mesin (Mesin meledak) hingga tak bisa dihidupkan lagi, kami sudah bingung hendak berbuat apa lagi. Beberapa saat kemudian setelah berbincang bersama rekan rekan akhirnya kami memasang Layar, ikut arus dan arah angin walau tak tahu akan dibawa kemana lagi,” sambungnya.
Lebih lanjut Sa’a (orang tua Muhlis) ini, menuturkan sekitar pukul 01.00 WIB, saat semua rekan rekannya tertidur karena kelelahan, Ia melihat Gunung yang mirip Gergaji, dipikirnya itu adalah gunung Carron Situbondo, betapa gembiranya Ia dan segera bergegas dari kemudi membangunkan Muhlis anaknya dan rekannya yang lain.
“ini gunung Carron, berarti kita di daerah jawa,” tuturnya. Kabarpun kami layangkan kepada keluarga, Jumat (1/2/2019).
Ia mengaku benar benar merasa kelelahan dan kebingungan ternyata dugaannya salah, fikarannya kacau, belum lagi ditambah dengan bekal makanan sudah habis dan airpun juga menipis. Hanya bintang gemintang dan lirih angin serta deburan ombak di malam hari yang ia tahu, bahkan arah mata anginpun sudah buram saat itu. “Yang ada hanyalah lautan lepas nan bulat,” lanjutnya bercerita.
“Sesekali kami bergembira ketika awan lebat disertai hujan membasahi kami, karena hanya dengan air hujan yang bisa kami minum, walaupun harus bertahan dengan deburan ombak yang kian besar dan kilat yang menyambar nyambar, belum lagi genangan air yang sudah mulai mengisi perahu kami,” Sungguh di sela-sela itu kami hampir merasa putus asa, apakah kami masih bisa bertahan atau tidak, yang jelas hanya ada wajah keluarga di rumah yang seakan menjadi penyemangat buat kami bertahan,” imbuhnya.
Hingga akhirnya, Sabtu (02 Februari 2019), berlabuh dan singgah di salah satu Desa, tepatnya Desa Belanting, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. “Barulah kami merasa aman dan tenang, hingga kembali menuai harapan,” pungkasnya.
Saat ini Kelima Nelayan tersebut, telah kembali dan bertemu dengan sanak keluarganya masing masing. Tepatnya Minggu (03/02/2019) sekitar pukul 21.30 WIB. Walau perahu yang mereka gunakan masih tertahan Lombok Timur karena cuaca ekstim, mereka pulang menggunakan jalur udara (naik pesawat) yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep. (Qid/*)
Comment