JEMBER, (News Indonesia) – Seorang pendonor sebelum menyumbangkan darahnya, harus melalui persyaratan tertentu yang menegaskan kondisinya dalam kondisi sehat. Namun kondisi pandemi Covid-19 saat ini, kondisi sehat yang dimaksud juga mestinya diketahui dari dilakukan rapid tes.
Terkait hal itu, seorang pendonor aktif di Jember Toni Pramuharso menyangsikan ketidakadaan penerapan aturan untuk melakukan rapid test tersebut. Pihaknya berharap adanya perlakuan untuk melakukan rapid tes, agar nantinya dapat diketahui dengan jelas dan pasti tentang kondisi pendonor sehat secara jelas.
“Syarat menjadi pendonor kalau dulu itu sebelum Covid-19, kan harus sehat secara fisik. Umum dilakukan pengecekan tekanan darah sebelum melakukan donor. Tapi saat pandemi Covid-19 sekarang ini, kan mestinya (juga) dilakukan rapid tes, tapi ini tidak dilakukan,” kata Toni saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (22/8/2020).
Mengenai hal itu, pria yang tercatat sebagai pendonor terbanyak sebanyak 201 kali di Kabupaten Jember itu, pernah menanyakan perihal tidak adanya rapid tes ke Bupati Jember Faida melalui pesan singkat WhatsApp.
“Pernah saya tanyakan hal itu ke ibu bupati, katanya memang tidak ada. Tetapi untuk para mahasiswa kemarin saat ikut ujian masuk perguruan tinggi, ada gratis. Lah kita yang pendonor saya rasa kan juga harus melakukan rapid tes,” katanya.
Tidak hanya kepada bupati, Toni pun juga pernah menanyakan perihal tidak dilakukannya rapid tes kepada petugas di UDD (Unit Donor Darah) PMI Jember. “Dijawab katanya dokter di sana, katanya alat regen (alat untuk rapid test) mahal. Sehingga kita bisa memaklumi kalau begitu adanya,” ungkapnya.
Terkait rapid tes sebagai sebuah fasilitas jika pun diadakan oleh PMI dan sebagai bentuk apresiasi bagi pendonor aktif, kata Toni, dinilai sangat memberikan manfaat.
“Contohnya saat sebulan yang lalu saya naik kereta api, kalau semisal ada rapid tes, kan bisa membantu. Saya ke Labkesda (Laboratorium kesehatan daerah) gak bisa kalau sendiri, harus berkelompok. Akhirnya ke Lab Swasta, tapi ya gitu bayarnya mahal,” tuturnya.
Menyikapi hal itu, Ketua PMI Jember Zaenal Marzuki mengakui tentang ketiadaan rapid tes untuk pendonor. Menurutnya, untuk pendonor darah tidak usah risau, karena PMI memiliki alat dengan teknologi tinggi apakah darah dari pendonor tersebut layak atau tidak.
“Di donor memang tidak ada syarat Rapid ( rapid test), di donor itu adanya syarat pemeriksaan golongan darah, tensi, dan HB. Dilakukan sebelum donor darah,” kata Marzuki saat dikonfirmasi terpisah.
Setelah dilakukan donor darah, lanjut Marzuki, dilakukan pemeriksaan untuk mengecek kondisi darah pendonor itu baik dan bisa digunakan.
“Di laborat kita, tidak hanya soal Covid-19 (untuk identifikasinya), soal HIV juga kita lakukan. Laborat kita paling canggih jadi bisa mendeteksi kondisi darah pendonor itu sebelum bisa digunakan. Itulah screening yang dilakukan. Jadi seleksi di dalam laborat dan lebih lengkap. Untuk antisipasi protokol kesehatan dilakukan, jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan,” jelasnya.
Selanjutnya jika ditemukan kondisi darah yang tidak layak digunakan, apakah mengandung reaktif ataupun HIV, Marzuki menjelaskan, akan dilakukan pemusnahan.
“Dengan dilakukan biasanya pada akhir tahun, pemusnahan itu ada laporannya berita acara pemusnahan, dan anggarannya yang besar untuk melakukan pemusnahan itu. Untuk yang darahnya ada yang kelainan atau misalnya ada HIV, nanti akan kami laporkan ke Dinas Kesehatan, dan nantinya akan ditindaklanjuti secara kerahasiaan data pasien, untuk dilakukan sosialisasi kepada pendonor saja,” ungkapnya.
Akan tetapi jika pendonor aktif berkenan untuk melakukan Rapid Test, Marzuki menyampaikan, pihaknya mempersilahkan untuk melakukan pengajuan.
“Nantinya kami akan ajukan ke Tim Gugus Tugas Covid-19, melalui dinkes, untuk bisa dilakukan rapid test gratis. Silahkan mengajukan kepada kami (PMI Jember). Alatnya regen itu nanti kami sediakan, dan dilakukannya bukan di UDD tapi di Klinik PMI Jember yang ada di Jubung,” tandasnya. (*)
Comment