JEMBER, (News Indonesia) – Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Jember yang bekerja di Malaysia sesuai data dari Dinas Tenaga Kerja mencapai kurang lebih 30 ribu orang. Dari jumlah tersebut, mayoritas PMI Jember berangkat tidak resmi, hanya 30 persen yang tercatat sebagai PMI legal.
Alhasil, lebih banyak persoalan yang melingkupi para PMI ilegal ketika mengadu nasib di negeri seberang, seperti dipulangkan atau deportasi ke negara asalnya.
Suprihandoko menyebut, selama hampir 3 bulan menjabat sebagai Kepala Disnaker Jember, pihaknya telah memfasilitasi kepulangan PMI ke rumahnya dengan berbagai kondisi. Mulai dengan kondisi yang sehat dipulangkan oleh majikan, depresi, hingga meninggal dunia.
“Mungkin sudah lebih 100 PMI yang kami bantu kepulangannya ke keluarga. Jika dirata-ratakan hampir setiap hari itu ada 3 orang, dengan berbagai kondisi ada yang stres ada yang meninggal,” ungkapnya, Jumat (03/11/2023).
Baca Juga: Pemkab Jember, TNI, dan Parpol Sepakati Deklarasi Damai Pemilu 2024
Hari ini saja, Disnaker Jember telah memproses pemulangan 5 PMI. Dijadwalkan beberapa dari mereka akan dijemput di Bandara Juanda Surabaya.
“Tim kami nanti jemput di Juanda, satu diantaranya dengan kondisi meninggal dunia,” imbuhnya.
Suprihandoko mengatakan, PMI ilegal di Malaysia kebanyakan bekerja sebagai buruh, asisten rumah tangga, dan perkebunan.
Banyaknya PMI yang berangkat tidak resmi membuat Suprihandoko prihatin. Menurutnya, dengan menjadi PMI ilegal sangat berisiko terhadap keselamatan dan kesejahteraan.
“Ini yang belum disadari masyarakat. Banyak masalah yang akan ditimbulkan kalau berangkat tidak resmi. Biasanya bermasalah dengan majikannya, bisa sampai di deportasi. Beda dengan yang legal, keselamatan dan pertanggungjawaban lebih terjamin,” terangnya.
Masyarakat kata Suprihandoko, perlu diberikan edukasi terutama kepada mereka calon PMI agar berangkat lewat jalur resmi.
“Jangan mudah percaya sama Tekong, bilang prosesnya cepat. Biasanya yang lewat Tekong itu pakai visa kunjungan atau turis. Kalau resmi kan lebih aman, diberikan pelatihan terlebih dahulu sehingga skill mereka siap untuk bekerja,” kata Suprihandoko.
Persoalan yang melingkupi PMI ilegal asal Jember tidak ada habisnya. Bahkan, diakui Suprihandoko, dirinya tidak pernah memakai mobil dinasnya sejak pertama menjabat lantaran intensitas penjemputan PMI oleh Disnaker Jember sangat tinggi.
Disnaker Jember selama ini tidak memiliki mobil operasional khusus untuk pelayanan atau penjemputan PMI yang dipulangkan. Alhasil, mobil operasional milik kepala dinas sepenuhnya dipakai untuk menjemput PMI bermasalah.
“Mulai awal saya pegang kemudinya saja belum, apalagi sampai dibawa pulang ke rumah. Mobilitas kawan-kawan Disnaker ini patut diapresiasi, hampir setiap hari mereka menjemput PMI. Ya memang Disnaker tidak punya mobil khusus untuk pelayanan PMI mulai penelusuran alamat tempat tinggal sampai pemulangan dari bandara, jadi mobil kepala dinas yang dipakai untuk operasional,” tandasnya.
Ke depannya, Disnaker Jember akan melakukan sosialisasi ke seluruh desa dengan menggandeng para tokoh setempat sampai mantan PMI baik yang legal dan ilegal. Agar masyarakat, bisa mendengarkan testimoni langsung dari mantan pekerja plus minusnya bekerja lewat jalur resmi dan ilegal.
“Sosialisasi ini sangat penting, terutama testimoni langsung dari PMI yang telah berpengalaman di luar negeri. Sehingga, mereka calon PMI ini bisa mempersiapkan diri sebelum bekerja di negeri orang,” pungkasnya. (*)
Comment