TULUNGAGUNG, (News Indonesia) — Pembina Komnas Perlindungan Anak Pusat, Rostine Ilyas, memberikan tanggapan terkait kasus dugaan pemalsuan akta kelahiran serta polemik hak asuh seorang bayi di Kabupaten Tulungagung. Ia menegaskan bahwa keluarga kandung, termasuk kakek dan nenek, merupakan pihak yang secara hukum memiliki prioritas dalam pengasuhan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang mengutamakan keluarga sedarah.
Kasus ini bermula ketika seorang bayi lahir prematur dan ibunya meninggal dunia tidak lama setelah persalinan. Karena kondisi ekonomi keluarga terbatas, bayi tersebut diasuh sementara oleh seorang perempuan bernama Nanda. Selama sekitar sepuluh bulan berada dalam pengasuhan ibu asuh, keluarga kandung tidak mengetahui adanya perubahan akta kelahiran yang diduga dilakukan tanpa persetujuan keluarga maupun penetapan pengadilan.
Perubahan dokumen itu baru terungkap ketika keluarga dan ayah biologis bermaksud membawa kembali bayi tersebut. Temuan tersebut kemudian dilaporkan kepada pihak kepolisian dengan dugaan pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP. Setelah laporan disampaikan, pihak keluarga menyebut adanya perubahan serta penghapusan data ganda pada dokumen terkait, sehingga menimbulkan dugaan adanya upaya menutupi tindakan melawan hukum.
Selain dugaan pemalsuan dokumen, keluarga kandung juga menyampaikan bahwa bayi tersebut tidak mendapatkan imunisasi selama berada dalam pengasuhan ibu asuh. Imunisasi baru diberikan setelah bayi kembali diasuh oleh keluarga kandung pada September 2025.
Menanggapi hal ini, Rostine menilai kondisi tersebut sebagai bentuk kelalaian terhadap hak dasar anak.
“Tidak memberikan imunisasi selama berbulan-bulan merupakan pengabaian hak dasar anak. Ini memperkuat alasan bahwa bayi harus dikembalikan kepada keluarga kandung,” ujarnya. Jumat (14/11/2025).
Rostine menjelaskan bahwa berdasarkan UU Perlindungan Anak, Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta prinsip umum hukum keluarga:
- setelah ibu kandung meninggal dunia, keluarga sedarah menjadi pihak yang diprioritaskan dalam pengasuhan anak;
- kakek, nenek, serta ayah biologis memiliki hak penuh untuk mengambil kembali bayi tersebut.
Ia juga menegaskan bahwa pihak pengasuh sementara tidak memiliki dasar hukum untuk menahan anak apabila:
- tidak ada proses adopsi resmi,
- tidak ada penetapan pengadilan,
- serta tidak terdapat persetujuan sah dari keluarga kandung.
“Secara hukum, bayi tersebut adalah tanggung jawab keluarga kandung. Kakek dan nenek sangat berhak mengambil kembali cucunya,” tutur Rostine.
Ia turut mengingatkan pentingnya pendampingan dari UPTD PPA agar proses pemindahan anak berjalan sesuai ketentuan dan tidak menimbulkan konflik.
UPTD PPA dapat melakukan:
- asesmen kondisi keluarga kandung,
- penyusunan berita acara serah terima,
- mediasi antara keluarga dan pengasuh,
- serta koordinasi dengan kepolisian jika terjadi penolakan.
“UPTD PPA memiliki kewenangan untuk mendampingi keluarga kandung. Hal ini penting agar pemulangan anak berlangsung aman dan sesuai prosedur,” jelasnya.
Menutup keterangannya, Rostine menegaskan bahwa perkara ini bukan hanya persoalan hak asuh, tetapi terkait pula dengan:
- hak dasar anak,
- keamanan tumbuh kembang, dan
- keabsahan identitas hukum yang akan melekat seumur hidup.
“Hak anak harus menjadi prioritas. Identitas anak tidak boleh dipalsukan. Proses hukum atas dugaan pemalsuan dokumen perlu berjalan agar ada kepastian dan keadilan bagi keluarga kandung,” tegasnya.
Comment