Kendaraan Hendak Ditarik Debt Collector, Begini Cara Tepat Menghadapinya

LUMAJANG, (News Indonesia) — Konsumen wajib menolak atau tidak boleh memberikan atau menyerahkan haknya, baik kunci kontak kendaraan, STNK atau kendaraan milik konsumen kepada siapapun, seperti Debt Collector atau leasing (finance).
Hal itu disampaikan Presiden Direktur (Presdir) Direktorat Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (DLPKN) Pusat, Zeinur Rofiq, bahwa konsumen tidak boleh membayar biaya tarik, biaya blokir atau apapun namanya, karena ini adalah perbuatan melawan hukum.
“Selama ini prosedur hukum pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia kendaraan bermotor, masih banyak tak patuhi aturan,” terangnya, beberapa waktu lalu.
Zeinur Rofiq menerangkan dalam menjalankan keputusan Pengadilan Negeri (PN) atau Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Reglement Indonesia yang diperbaharui (RIB), bahwa eksekusi putusan Hakim pidana dilakukan oleh Jaksa atau Polisi. Sementara untuk eksekusi putusan Hakim perdata dilakukan oleh Panitera atas perintah Hakim PN (pasal 195 HIR).
“Artinya bukan atas perintah Leasing atau Finance, bukan atas perintah perbankan yang ditugaskan kepada ekternal atau Debt Collector, Advokad (Pengacara), Polri atau TNI atau tukang jabel kendaraan, untuk melakukan eksekusi jaminan fidusia milik konsumen dengan dasar Surat Kuasa Penarikan (SKP) yang minta pendampingan kepada Polisi,” paparnya.
Ditegaskan Zeinur, bahwa surat asli dari pada surat hipotek dan surat hutang harus dan wajib diperkuat di hadapan Notaris di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
Kepala suratnya, lanjut Zeinur memakai perkataan, “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berkekuatan sama dengan putusan Hakim, jika surat yang demikian itu tidak ditepati dengan jalan damai (kekeluargaan), maka perihal melakukan eksekusi dilakukan dengan dasar Perintah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
“SK yang dalam daerah hukumnya orang yang berhutang, akan tetapi dengan pengertian bahwa paksaan penarikan kendaraan secara paksa itu hanya dapat dilakukan, jika sudah diizinkan dengan keputusan Hakim (pasal 224 HIR), namun harus sesuai UU Fidusia,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Ketua DPC Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Kabupaten Lumajang, Achmad, mengatakan juga kalau masyarakat wajib menerima pendidikan terkait dengan perlindungan konsumen dan aturan fidusia.
“Selama ini masyarakat masih belum mengerti aturan perlindungan konsumen dan aturan fidusia. Konsumen hanya diminta menandatangani berkas yang tulisannya kecil-kecil dan berlembar-lembar, dan sulit dipahami konsumen,” bebernya.
DPC FKI-1 Kabupaten Lumajang, menurutnya akan mengawal terus tentang kasus-kasus fidusia. Dan akan melaporkan kepada pihak berwajib jika ada kasus fidusia tersebut. (Fuad/Jie)

Comment