SUMENEP, (News Indonesia) – Warga pesisir Dusun Lobuk, Desa Lobuk, Kecamatan Bluto, Sumenep, Madura, Jawa Timur, menggelar pesta rakyat yang biasa disebut petik laut, Sabtu (29/9/2018).
Beberapa media online, cetak hingga televisi nasional berkesempatan mengikuti rangkaian agenda petik laut desa setempat, mulai dari acara seremonial hingga pelepasan gitek di tengah laut.

Kepala Desa Lobuk, Moh Saleh mengatakan, pesta rakyat petik laut merupakan ungkapan rasa syukur atas rizki yang melimpah dari hasil melaut selama satu tahun ini.
“Rangkaian kegiatan petik laut, tadi malam Khotmil Qur’an, hari ini Sholawat, karawitan, puncaknya pagelaran ketoprak rukun kemala nanti malam,” tuturnya kepada sejumlah media.
Siapa saja yang terlibat dalam pesta rakyat ini?, semua unsur nelayan Dusun Lobuk, ini sudah terjadi secara turun temurun, sebagai bentuk upaya melestarikan budaya di Desa setempat.
“Semua unsur warga pesisir di Dusun Lobuk terlibat, ini adalah peninggalan turun temurun yang terus kita lestarikan, ada kurang lebih 200 perahu di dusun ini,” terangnya.
Diharapkan dalam pagelaran tahunan ini, rezeki yang selama ini telah didapatkan, bisa bermanfaat dan berkah, termasuk budaya peninggalan leluhur terus lestari.
“Semoga apa yang telah di dapatkan para nelayan selama ini barokah, termasuk budaya peninggalan para leluhur tetap terjaga dan bisa dilestarikan,” tandasnya.

Bupati Sumenep, A Busyro Karim yang diwakili Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora), Sufiyanto menyampaikan, ritual sakral turun temurun petik laut sebagai ungkapan rasa syukur. Kegiatan ini mengandung nilai budaya yang sangat tinggi.
“Perayaan petik laut oleh mereka (nelayan,red) sebagai bentuk syukur hasil melaut selama ini, diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat, kemudian berdoa agar dalam melaut selalu dapat perlindungan dari Allah SWT, dua sisi ini sebagai bentuk pelestarian nilai nilai budaya,” terangnya kepada sejumlah media di lokasi perayaan petik laut.
Menurutnya, ada nilai nilai kebudayaan sakral dalam ritual rokat tase’ tersebut, salah satunya selain sebagai ungkapan syukur atas melimpahnya ladang penghidupan warga pesisir, juga ada makna pelestarian kebudayaan.
“Kita tahu melaut adalah sejarah, melaut adalah budaya, melaut adalah penghidupan, sehingga lahir semboyan ‘apenthal ombe’ asapo’ angin’ (berbantalkan ombak berselimut angin), makanya petik laut ini tetap dijaga, Pemerintah pun akan turut melestarikan lewat event besar di tingkat Kabupaten,” tukas Sofi. (Jie/Dewi)
Comment