Mengenal Sejarah Sate Madura Khas Sumenep, Olahan Daging Penyulut Selera

SUMENEP, (News Indonesia) -- Sate, atau satai merupakan salah stau makanan yang sangat akrab di lidah masyarakat Indonesia. Dibuat dari olahan daging dengan bumbu alami membuat makanan yang satu ini sedap serta dapat menggugah selera.

SUMENEP, (News Indonesia) — Sate, atau satai merupakan salah stau makanan yang sangat akrab di lidah masyarakat Indonesia. Dibuat dari olahan daging dengan bumbu alami membuat makanan yang satu ini sedap serta dapat menggugah selera.

Dirangkum dari beberapa sumber, istilah sate sebenarnya dikenal sejak jaman dahulu kala, konon diceritakan ketika rombongan Jaran Panoleh yang merupakan adipati Sumenep Madura mengunjungi kakaknya bernama Lembu Kanigoro atau Batoro Katong yang merupakan seorang adipati di Ponorogo sempat disuguhi hidangan.

Saat diberi hidangan makanan berupa sate, Jaran Panoleh beserta rombongan enggan untuk memakan hidangan tersebut. Selain belum pernah menjumpai dan berbentuk aneh, roncean daging tersebut dipenuhi dengan bumbu.

Melihat kondisi sang adik demikian, akhirnya sang kakak menjelaskan bahwa makanan tersebut merupakan makanan yang biasa di makan oleh pendekar Ponorogo yang memiliki sifat Wira’i, akhirnya Jaran Panoleh dan rombongan bersedia untuk makan. Karena di mata Jaran Panoleh, tanah perdikan yang di pimpin oleh kakaknya begitu sulit untuk dipahami dan ditebak, Jaran Panoleh memohon restu untuk mempelajari kehidupan orang Ponorogo termasuk kuliner membuat sate, hingga pakaian keseharian warok ponorogo untuk diterapkan di dataran Madura.

Setelah mengenal sate ponorogo lebih dalam, terciptalah cara membuat dan resep sate yang lebih mudah dengan membuat sate ala Madura yang kita kenal saat ini. Berbeda dengan sate ponorogo yang selalu menggunakan ayam.

Tak ayal, jika saat ini makanan sate ini dikenal di seluruh pelosok Nusantara. Untuk menjajal makanan ini cukup mudah ditemui di berbagai Kota di negeri zamrud khatulistiwa.

Sumber lain menyatakan nama dan bentuk sate, sejak awal sebenarnya diduga berasal dari Negeri Cina. Dari akar kata Sa they dalam bahasa Cina berarti ‘tiga potongan daging’. Di Daratan Tiongkok, sate dikenal di kawasan Xinjiang yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Teori ini sejalan dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa syi’ar Islam di Indonesia juga berasal dari para ulama yang termaktub dalam Ekspedisi Cheng Ho.

Secara umum, sate Madura lebih populer di seluruh Indonesia karena kewirausahaan orang-orang Madura yang merantau ke seluruh pelosok Nusantara dan mempertahankan hidup mereka dengan berjualan sate.

Tergantung kelas sosial konsumen di mana sate Madura dijajakan, potongan daging ayamnya pun dapat disesuaikan dengan ukuran. Ada jenis sate yang berbentuk sangat kecil sehingga disebut sate lala atau sate lalat, karena potongan dagingnya nyaris hanya sebesar lalat.

Cara membuat sate cukup sederhana, sediakan daging, baik daging ayam, kambing, domba, sapi, atau yang lainnya, dipotong kecil dan dironce dalam sebilah lidi atau bambu, lalu dibakar di atas bara api.
Setelah matang, sate bisa disuguhkan dengan saus kacang yang dicampur kecap manis.

Nah, anda juga bisa menambahkan perasan air jeruk limau dan taburan bawang merah goreng untuk menambah kelezatan cita rasanya. Sate ini biasanya disajikan bersama dengan lontong atau nasi.

Di Sumenep sendiri, terdapat sejumlah warung sate yang sudah terkenal, salah satunya warung sate 35 Bluto, warung ini pun pernah dikunjungi presiden Joko Widodo dan Kesultanan dari berbagai negara saat datang ke ujung timur pulau Madura.

“Kalau Pak Jokowi kesini saat kunjungan ke Ponpes Annuqoyah, Guluk-guluk. Saat acara Festival Keraton Nusantara 2018 lalu, semua raja-raja nusantara dan luar negeri juga mencicipi sate ini,” ujar Wasilullah karyawan Sate 35 saat ditemui di warungnya, beberapa waktu lalu.

Warung sate milik Susmiati ini memang tak pernah sepi dari pengunjung. Selama masih buka, selalu ada pembeli datang ke tempat ini.

Warung Sate 35 Bluto berada di Jalan Raya Sumenep – Pamekasan. Warung ini dekat dengan Pasar Bluto. Jika berkendara dari arah Kota Sumenep menuju Pamekasan, warungnya berada di sisi timur atau kiri jalan.

”Kalau pertama berdiri, katanya, sudah ada sejak zaman Jepang,” tuturnya.

Tak sekadar warungnya, resep masakan di sini juga warisan secara turun-temurun. Namun sejak dikelola Susmiati, ada sedikit perubahan pada bumbunya untuk menyesuaikan dengan selera kekinian agar lebih enak.

Di warung ini sedikitnya tersedia tiga jenis sate. Yakni sate kambing, sapi, dan ayam. Para pengunjung yang datang, biasanya lebih banyak memilih sate kambing dan sapi. Sate dihidangkan dengan gulai. Sembari menikmati sate, para pengunjung bisa menyeruput kuah gulai. Rasanya pun semakin mantap dan maknyus. [kid/faid]

Comment