Gerakan Suluh Kebangsaan Gelar Sarasehan di INSTIKA Sumenep, Dihadiri Mahfudz MD
SUMENEP, (News Indonesia) —
Sarasehan Kebangsaan dengan tema, ‘Mengembangkan Budaya Toleran ala Masyarakat Madura’, terlaksana atas kerjasama Gerakan Suluh Kebangsaan dan INSTIKA-IST Annuqayah Guluk-guluk Sumenep. Kegiatan ini dtempatkan di Aula Pertemuan INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep.
Kehadiran Mahfud MD bersama rombongan di Aula Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep, disambut hadrah Ya Lal Wathan.
Selain Mahfud MD, tokoh nasional yang hadir adalag Penyair Celurit Emas, D. Zawawi Imron; Dr. KH. A. Malik Madani, MA serta Prof. Dr. KH. Abd. A’la, M.Ag., mantan rektor UIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus salah satu pengasuh PP. Annuqayah.
Mantan Ketua MK tersebut dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan tersebut bukan kegiatan politik praktis. Melainkan merupakan gerakan high politic (politik tingkat tinggi).
“Gerakan Suluh Kebangsaan merupakan gerakan yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap semakin terkoyaknya toleransi di Indonesia akhir-akhir ini, khususnya dalam peristiwa 2 kali pilpres yang telah mengkotak-kotakkan masyarakat,” terangnya.
Mahfudz menyebut, Madura layaknya Aceh, jika Aceh dikatakan sebagai serambi Mekah, maka Madura adalah halamannya. Artinya masyarakat Madura dan Masyarakat Aceh sama-sama memiliki ketaatan yang sama dan kuat dalam beragama.
“Untuk itulah, Sarasehan Kebangsaan ini diharapkan dapat menggali nilai-nilai toleransi dari masyarakat Madura,” jelasnya.
Lebih jauh Mahfud MD menjelaskan, kegiatan tersebut bukan karena sangat khawatir dengan kondisi bangsa. Tetapi, fenomena itu muncul terutama apabila ada pemilu agak besar begitu 2014 mempertentangkan agama anatara pemeluk internal agama.
“Misalnya Islam yang golongan kampret, Islam golongan cebong, saling ejek. Ada juga membenturkan etnis satu asing satu pribumi, yang membenturkan antar agama satu Islam satu kafir,” terangnya.
Pria keturunan asli Sampang Madura ini berpendapat, di Indonesia masih kondusif karena sebenarnya Indonesia terjadi toleransi, tapi akseptasi penerimaan secara nyata terhadap perbedaan itu.
Karena ada gejala itu, maka topik suluh Madura itu memilih toleransi ala Madura karena Madura adalah laboratorium yang cocok untuk toleransi, Karena disini Islamnya sangat ketat memegang tradisi ajaran keagamaan, tunduk pada kiai ala kesantrian.
“Toleransi tinggi, semua agama ada, Hindu, Buda, Konghuju, bahkn Katolik semuanya aman merasa aman. Tadi ada pendeta dari Bangkalan mengatakan kalau Indonesia ingin aman, ingin hidup rukun dan damai bekerjasama tirulah toleransi beragama seperti cara orang madura beragama, yang tetap istiqomah tetapi tidak mengganggu keyakinan orang lain tidak saling menggangu,” tukas prof Mahfudz. (Imam/Dewi)
Comment