JMSI Jatim Bekali Kasek dan Kades Lamongan Cara Hadapi “Wartawan Bodrek”

Foto: Seminar bertajuk “Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik” yang digelar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jatim bersama Forum Kader Bela Negara (FKBN) dan Komunitas Jurnalis Lamongan (KJL), Minggu (5/10/2025), di LA Restaurant LSC Lamongan.

LAMONGAN, (News Indonesia) – Ratusan kepala sekolah (Kasek), guru, staf sekolah, kepala desa (Kades), dan perangkat desa se-Kabupaten Lamongan antusias mengikuti seminar bertajuk “Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik” yang digelar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Jawa Timur bersama Forum Kader Bela Negara (FKBN) dan Komunitas Jurnalis Lamongan (KJL), Minggu (5/10/2025), di LA Restaurant LSC Lamongan.

Suasana seminar semakin hidup ketika sesi dialog dibuka. Para peserta secara terbuka menanyakan berbagai persoalan yang kerap mereka hadapi di lapangan, mulai dari cara mengenali “wartawan bodrek”, membedakan media resmi dengan media abal-abal, hingga langkah hukum yang dapat diambil jika menghadapi ancaman dari oknum wartawan.

Ketua panitia seminar, Fery Fadli, yang juga anggota JMSI Jatim di Lamongan, mengatakan kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman tentang jurnalistik dan mengenalkan karakter wartawan profesional.

“Banyak kepala sekolah maupun kepala desa mengaku bingung membedakan wartawan resmi dengan yang abal-abal. Karena itu, kami hadir memberikan edukasi langsung,” ujar Fery.

Seminar menghadirkan dua narasumber utama yakni Syaiful Anam dan Jay Wijayanto, Ketua dan Wakil Ketua JMSI Jawa Timur.

Dalam pemaparannya, Syaiful Anam menegaskan bahwa media pers harus berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“UU Pers dan KEJ adalah kitab suci bagi wartawan. Pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Pers,” ujarnya.

Sementara Jay Wijayanto menjelaskan cara mengenali dan menghadapi media serta wartawan abal-abal yang kerap mencari keuntungan pribadi.

“Media pers yang sah wajib berbadan hukum, memiliki alamat dan kontak redaksi yang jelas, serta mencantumkan nama penanggung jawab atau pemimpin redaksi,” tegasnya.

Menurut Jay, ciri media abal-abal mudah dikenali.

“Kalau boks redaksi tidak lengkap, apalagi tidak terverifikasi Dewan Pers, patut dicurigai. Selain itu, isi beritanya sering tidak berimbang dan cenderung memeras,” jelasnya.

Jay juga mengingatkan peserta agar tidak panik bila ada oknum wartawan yang datang dan memaksa meminta uang.

“Tidak perlu dilayani. Arahkan saja ke Humas atau Kominfo daerah. Jika ada berita yang tidak sesuai, gunakan hak jawab. Media wajib memuatnya. Kalau tetap menolak, laporkan ke Dewan Pers,” tegasnya.

Menutup kegiatan, Syaiful Anam berpesan agar insan pers tetap berpegang pada aturan dan kode etik, sementara pejabat publik juga harus transparan dalam menjalankan tugas.

“Kalau kepala sekolah dan kepala desa bekerja sesuai aturan, tidak korupsi, dan terbuka terhadap publik, tidak ada yang perlu ditakuti even dari wartawan bodrek sekalipun,” pungkasnya. ***

Comment