Gunakan Alat Berat, Program PKTD Desa Sukorejo Bangsalsari Diduga Menyimpang

Foto: Lokasi Selokan dalam Program PKTD Sukorejo.

JEMBER, (News Indonesia) – Program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dengan anggaran Rp 30 juta di Desa Sukorejo, Kecamatan Bangsalsari, Jember, menjadi pergunjingan warga setempat.

Program khusus untuk pemberdayaan masyarakat desa itu diduga terjadi penyimpangan dalam pengerjaannya.

Sesuai aturan, PKTD seharusnya melibatkan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja. Namun, dalam pengerjaan pengerukan saluran selokan di RT 1 RW 11 dan RT 1 RW 12 Dusun Karang Semanding pelaksana menggunakan alat berat tanpa mengikutsertakan warga.

Dari data yang diterima News Indonesia, dikutip dari laporan pertanggung jawaban (LPJ) pada proyek tersebut tercantum besar anggaran Rp 30 juta, disertai lampiran 40 foto kopi KTP warga plus tanda tangan, rincian honor/upah warga sebagai pekerja dengan nominal Rp 75 ribu dengan lama kerja bervariasi.

Salah satu tokoh pemuda setempat yang sempat melihat LPJ tersebut membenarkan informasi yang beredar.

“LPJ proyek itu patut dipertanyakan, padahal dalam pelaksanaannya pengerukan menggunakan alat berat,” ujarnya, Selasa (15/11/2022).

Sementara, Holil Ketua RT. 1 RW. 12 saat ditemui menyebut, warganya tidak ada yang dilibatkan dalam proyek tersebut. Dia membenarkan proyek pengerukan menggunakan alat berat.

“Sejak awal selama 7 hari, pengerukan selokan menggunakan alat berat mas, saya sendiri disuruh mengawasi proyek tersebut di hari ketiga, karena saat awal pelaksanaan saya sedang sakit jadi saya mengawasi pengerukan itu hanya 4 hari,” ungkapnya.

Fauzan Ketua RT. 1 RW. 11 juga mengaku, tidak melihat adanya warga yang ikut bekerja dalam pengerukan selokan maupun mengenai proyek PKTD.

“Sama, saya juga tidak tahu kalau pengerukan selokan adalah proyek PKTD, saya taunya pengerukan selokan itu menggunakan alat berat,” ujarnya.

Terkait foto kopi KTP 40 warga yang ada di LPJ sebagai penerima upah, kedua RT mengaku tidak tahu. Bahkan, soal adanya tanda tangan warga sebagai penerima upah, keduanya juga tidak mengetahui hal ini lantaran merasa tidak pernah diminta untuk tanda tangan.

“Kalau soal warga, memang setelah proyek selesai saya disuruh mengumpulkan KTP warga, alasannya untuk pengajuan proyek TPT (Tanah Pelindung Tembok), jadi saya tidak tau soal itu,” imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah via telepon, Kepala Desa Sukorejo menyatakan, jika menggunakan tenaga warga beserta alat-alatnya tidak akan efektif dalam pengerukan.

“Memerlukan waktu lama soalnya tidak bisa langsung diangkat (tanahnya) karena banyak kain yang mengendap puluhan tahun. Jadi otomatis pakai alat berat. Tapi, ini anggaran PKTD kalau untuk ke alat berat otomatis saya harus dulu laporan dan bikin berita acara kalau tidak bisa, memang pakai alat berat begitu,” jelasnya.

“KTP KTP yang ibaratnya apa (dari) RT RW meminta ke masyarakat itu tidak saya bikin SPJ. Jadi tetap, laporannya saya pakai alat berat,” imbuhnya.

Didalam lampiran LPJ terdapat kwitansi pencairan dana PKTD sebesar Rp 30 juta. Mengenai hal ini, Luluk tegas menyatakan tidak tahu menahu.

“Kwitansi dari siapa? Ibaratnya kwitansi SPJ yang PKTD umpamanya ada anggaran 30 juta dibilang benar ya benar, ada memang anggaran 30 juta. Tetapi, pelaporan pekerjaan saya, tidak melaporkan untuk PKTD tetapi menggunakan alat berat dan sudah saya tuangkan di berita acara, kronologis, dan kondisi yang akan (kenapa) saya pakai alat berat,” tandasnya. (*)

Comment