JAKARTA, (News Indonesia) — Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan Anak (TRC PPA) Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, selaku kuasa pendamping Ibu Mirna Novita, memberikan klarifikasi terkait tuduhan implan payudara yang diarahkan kepada kliennya. Ia menilai tuduhan tersebut hingga kini belum disertai bukti medis yang diperlukan dalam proses hukum.
Dalam rilis resminya, aktivis yang biasa dipanggil Bunda Naumi itu menjelaskan, sebagai Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan Anak Indonesia dan kuasa pendamping Ibu Mirna, ia mengaku merasa perlu memberikan klarifikasi terkait tuduhan implan payu dara yang dilontarkan kepada kliennya, serta keanehan yang terasa ketika hakim belum meminta bukti yang relevan, khususnya surat keterangan dari dokter.
Naumi menegaskan bahwa tuduhan tersebut belum dilengkapi alat bukti yang sah.
“Tuduhan implan payu dara yang dilontarkan kepada Ibu Mirna hingga saat ini belum didukung oleh bukti yang sah, terutama surat keterangan hasil pemeriksaan medis dari dokter,” kata Naumi.
Menurutnya, bukti medis merupakan elemen penting untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu tuduhan yang berkaitan dengan kondisi tubuh seseorang.
Dalam penjelasannya, Naumi mengutip ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia mengatakan.
“Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah dalam perkara pidana antara lain keterangan ahli (seperti dokter), surat, dan petunjuk. Untuk menjatuhkan pidana, hakim wajib memiliki setidaknya dua alat bukti yang sah untuk memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana terjadi dan tergugat adalah pelakunya,” jelasnya.
Ia kembali menegaskan pentingnya bukti medis dalam perkara ini.
“Dalam kasus tuduhan implan payu dara, surat keterangan dari dokter menjadi bukti yang krusial dan tidak dapat digantikan. Tanpa bukti ini, tuduhan tersebut hanyalah tuduhan semata yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” ujarnya.
Terkait belum adanya permintaan bukti dari majelis hakim, Naumi menyampaikan beberapa kemungkinan.
“Ada beberapa kemungkinan mengapa hakim belum meminta bukti surat keterangan dokter, antara lain karena proses perkara masih dalam tahap awal, atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang seharusnya membawa bukti belum menyampaikannya,” ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak menghilangkan kewajiban hukum untuk memastikan tuduhan didukung oleh bukti yang sah.
Naumi menyatakan siap mengambil langkah resmi untuk memastikan pembuktian dilakukan sesuai prosedur.
“Sebagai kuasa pendamping, saya akan segera mengajukan permohonan tertulis kepada hakim untuk meminta agar JPU menunjukkan bukti tuduhan implan payu dara, khususnya surat keterangan dari dokter. Jika JPU tidak dapat menunjukkan bukti tersebut, saya akan meminta hakim untuk menolak tuduhan karena tidak memiliki dasar yang terbukti,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengawal hak-hak kliennya sepanjang proses hukum berlangsung.
“Kami akan terus memastikan bahwa hak-hak Ibu Mirna sebagai tergugat tetap terlindungi dan proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku, tanpa diskriminasi dan berdasarkan bukti yang sah,” ujarnya.
Naumi menegaskan bahwa tuduhan tanpa bukti medis yang relevan tidak dapat digunakan sebagai dasar keputusan hukum.
“Kesimpulannya, tuduhan yang tidak dibuktikan dengan bukti medis yang relevan tidak dapat dijadikan dasar putusan. Kami berharap masyarakat dapat melihat fakta secara objektif dan mendukung proses hukum yang adil untuk Ibu Mirna,” tukasnya.
Comment