Ketua TRC PPA Soroti Dugaan Ketimpangan Perlakuan terhadap Mirna Novita di Pengadilan

Foto: Mirna Novita saat pingsan akibat tekanan emosional dalam ruang persidangan Pengadilan Agama.

JAKARTA, (News Indonesia) Insiden yang dialami Mirna Novita dalam persidangan di Pengadilan Agama kembali memicu perhatian publik. Mirna sempat dicegah untuk memeluk anak kandungnya dan bahkan dilangkahi ketika pingsan oleh kuasa hukum mantan suaminya. Peristiwa itu menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia.

Ketua Nasional TRC PPA Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, atau yang akrab disapa Bunda Naumi, menilai bahwa apa pun dinamika perkara antara Mirna dan mantan suaminya, tindakan tersebut tetap harus dievaluasi dari aspek etika dan perlindungan perempuan.

“Perlakuan seperti itu tidak boleh dianggap wajar dalam ruang sidang. Perempuan yang sedang menjalani proses hukum tetap berhak diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat. TRC PPA memandang insiden ini perlu diusut lebih dalam agar tidak terulang lagi,” ujar Bunda Naumi.

Dalam persidangan terbaru, Mirna mencoba berinteraksi dengan anaknya, namun langkahnya terhenti setelah kuasa hukum mantan suaminya, Tegar Firmansyah, S.H., M.H., menghadang. Situasi semakin memanas hingga Mirna pingsan. Dari rekaman dan kesaksian yang beredar, tampak kuasa hukum tersebut melangkahi tubuh Mirna saat meninggalkan ruangan.

Menurut Bunda Naumi, tindakan tersebut perlu mendapat klarifikasi karena menyangkut profesionalisme dan etika seorang advokat.

“Melangkahi seseorang yang sedang tidak berdaya, terlebih seorang ibu yang pingsan, tidak mencerminkan sikap profesional. Kami berharap ada penjelasan resmi dan evaluasi etik yang dilakukan organisasi advokat,” ujarnya.

Terkait dugaan adanya rasa “kebal” atau keberanian berlebihan yang dilihat publik, Bunda Naumi menegaskan perlunya kehati-hatian dalam menarik kesimpulan.

“Kami tidak menuduh siapa pun. Namun jika publik menilai ada ketimpangan kuasa, itu menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum perlu diperkuat. TRC PPA akan mengawal kasus ini dari perspektif perlindungan perempuan dan anak,” tambahnya.

Nama Mustiko Saleh, ayah dari Teguh Prabowo, kembali disorot oleh publik seiring mencuatnya insiden ini. Dalam berbagai laporan investigatif di masa lalu, terutama terkait kasus suap internasional Innospec, Mustiko Saleh disebut berada dalam lingkaran pihak-pihak yang memiliki akses ke pembuat kebijakan terkait impor bahan bakar bertimbal. Penyebutan tersebut muncul dalam dokumen dan pemberitaan luar negeri, meski ia tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh otoritas penegak hukum Indonesia.

Kasus Innospec sendiri pernah menjadi sorotan internasional karena melibatkan suap perusahaan multinasional demi mempertahankan pasar TEL (tetraethyl lead) di Indonesia. Dalam berbagai publikasi, Mustiko Saleh digambarkan sebagai figur yang punya akses pada jejaring kekuasaan antara elemen politik, bisnis energi, dan birokrasi.

Selain itu, sejumlah pemberitaan lama pernah menyebutkan adanya hubungan kekerabatan antara Mustiko Saleh dan tokoh kepolisian Budi Gunawan, meski tidak pernah ada konfirmasi resmi dari lembaga pemerintah. Informasi tersebut banyak dibahas dalam diskusi publik dan analisis jejaring kekuasaan.

Beberapa pengamat menilai bahwa keberanian dan gaya komunikasi kuasa hukum Teguh Prabowo di persidangan dapat dipersepsikan publik sebagai bagian dari dukungan jejaring keluarga. Namun Bunda Naumi menegaskan pentingnya memisahkan persepsi dan fakta yang dapat dibuktikan.

“Kami memahami bahwa masyarakat melihat ada pola. Tetapi lembaga kami hanya bekerja berdasarkan bukti dan kesaksian yang bisa diverifikasi. Jika ada dugaan intervensi atau ketimpangan kuasa, kami siap mengawal proses laporan sesuai mekanisme hukum,” tegasnya.

Menurutnya, setiap pihak tetap berhak mendapatkan pembelaan hukum, tetapi tidak boleh ada pelecehan, intimidasi, atau perlakuan tidak manusiawi selama proses berlangsung.

Bunda Naumi menekankan bahwa fokus utama TRC PPA Indonesia adalah memastikan keamanan Mirna serta hak anak tetap dihormati selama proses hukum berjalan.

“Anak tidak boleh menjadi korban dalam konflik orang tua. Dan perempuan tidak boleh kehilangan martabatnya hanya karena berada dalam proses peradilan. Itu prinsip yang kami jaga,” katanya.

TRC PPA memastikan akan terus memantau jalannya perkara ini dan siap memberikan pendampingan bila diperlukan.

Comment