KOTA BOGOR, (News Indonesia) — Kepemimpinan dalam pemerintahan bukan sekadar jabatan, melainkan amanah yang membutuhkan keteguhan pribadi dan keberpihakan nyata terhadap kepentingan masyarakat. Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor, Heri Cahyono, saat dimintai keterangan oleh News Indonesia, Jumat (19/09/2025).
Menurutnya, teori sifat (traits theory) menjelaskan bahwa pemimpin memiliki kualitas pribadi yang membedakan dirinya dengan orang lain, seperti integritas, kecerdasan, dan keberanian mengambil keputusan. Namun, dalam konteks pemerintahan, kualitas tersebut harus diarahkan untuk kepentingan publik.
“Seorang pemimpin yang tangguh bukan hanya cakap secara teknis dan intelektual, tetapi juga mampu menjaga integritas moral sehingga rakyat melihat keteladanan nyata,” ujar Heri.
Ia menambahkan, masyarakat Kota Bogor menaruh harapan besar pada kepemimpinan yang mampu menghadirkan solusi konkret atas persoalan sehari-hari, mulai dari jalan rusak, banjir, sampah, keterbatasan ruang publik, hingga akses air bersih.
Menurutnya, tantangan infrastruktur, lingkungan, dan pelayanan publik tidak bisa diatasi dengan retorika semata, melainkan memerlukan keberanian untuk memprioritaskan kebutuhan rakyat di atas kepentingan kelompok maupun politik jangka pendek.
Heri menegaskan, kepercayaan publik meningkat ketika pemimpin dekat dengan masyarakat, memahami persoalan mereka, dan terlibat langsung dalam mencari solusi. Sebaliknya, kepemimpinan yang terjebak dalam kepentingan sempit hanya akan memperlebar jurang antara pemerintah dan rakyat.
Ia juga menyinggung teori kontingensi yang menekankan perlunya gaya kepemimpinan disesuaikan dengan situasi.
“Dalam konteks Kota Bogor yang penuh dinamika urbanisasi, keterbatasan lahan, dan tuntutan pembangunan berkelanjutan, pemimpin ideal adalah yang mampu menyeimbangkan keberanian mengambil keputusan dengan keterbukaan terhadap partisipasi publik,” jelasnya.
Menurut Heri, kondisi ideal itu tercermin dalam prinsip good governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas, partisipasi, efektivitas, dan keadilan. Jika prinsip-prinsip tersebut dijalankan, kepemimpinan akan menjadi instrumen perubahan yang nyata, bukan sekadar simbol kekuasaan.
“Hadirnya kepemimpinan berbasis kekuatan diri yang fokus pada kepentingan masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Pemimpin harus mampu menjadi teladan, membangun komunikasi dua arah, dan menyalurkan seluruh kapasitasnya untuk menghadirkan kebijakan yang menyentuh kebutuhan rakyat,” pungkasnya.
Comment