ACEH TIMUR, (News Indonesia) – Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Timur, Bustami, baru – baru ini mendapatkan kritikan tajam dari berbagai pihak, baru empat bulan menjabat, sosok ini sudah menuai sorotan tajam lantaran dianggap tak memiliki kapasitas dan justru sibuk menjadi “pengekor” Bupati Iskandar Usman Al-Farlaky dalam setiap kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
LSM Komunitas Aneuk Nanggroe (KANA) menilai Bustami gagal memahami tugas pokoknya sebagai pimpinan instansi strategis.
“Seorang Kadis Pendidikan seharusnya fokus pada mutu dan tata kelola pendidikan, bukan hanya mengekor setiap langkah Bupati. Kalau begini, apa yang bisa diharapkan publik?,” ujar Muzakir Ketua KANA.
Nada serupa juga datang dari Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI). Mereka menilai gaya kepemimpinan Bustami terkesan arogan dan jauh dari kebutuhan dasar dunia pendidikan.
“Kami melihat tidak ada inovasi, malah sikapnya cenderung mengabaikan persoalan mendasar di sekolah-sekolah,” tegas aktivis LAKI.
Yang paling menarik adalah kritikan serupa yang disuarakan Muntasir Age, Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Peureulak sekaligus Panglima GAM Daerah I. Dalam pernyataannya, ia meminta langsung kepada Bupati agar segera mencopot Bustami.
“Kami minta Bupati Aceh Timur segera mengganti Bustami dari jabatan Plt Kepala Dinas Pendidikan. Jabatan itu bukan untuk coba-coba, tapi harus diisi oleh orang yang paham dunia pendidikan dan mampu melakukan perubahan,” kata Muntasir Age.
Pernyataan Muntasir jelas bukan kritik sembarangan. Sebab, tokoh ini dikenal punya peran besar dalam pemenangan Iskandar Usman Al-Farlaky dan pasangannya, T Zainal Abidin, di Pilkada 2024. Bahkan Muntasir Age dikenal sosok yang terdepan di barisan tim pemenangan.
Namun ironisnya, desakan keras tersebut hingga kini tak mendapat respon dari Bupati. Publik pun menilai sikap diam ini menunjukkan kecenderungan abai atas desakan publik.
“Kalau suara Muntasir Age saja diabaikan, bagaimana dengan suara rakyat biasa?,” sindir salah satu aktivis pendidikan di Aceh Timur.
Situasi ini dipandang sebagai blunder politik. Menutup telinga dari kritik internal pendukung sama saja menabuh genderang perpecahan. Terlebih, Bustami yang dipertahankan tak punya prestasi yang bisa dijadikan pembelaan. Dunia pendidikan justru terus berada di jurang masalah, guru honor menjerit, fasilitas sekolah terbengkalai, dan mutu pembelajaran semakin menurun.
Kini publik menunggu langkah Bupati. Apakah ia akan tetap melindungi Bustami meski menuai gelombang kritik, atau memilih mendengar suara masyarakat dan pendukung yang dulu mengantarkannya ke kursi kekuasaan?.
“Kalau memang serius mau memperbaiki pendidikan, segera copot pejabat yang tidak punya kapasitas. Jangan korbankan masa depan anak-anak Aceh Timur hanya demi kepentingan politik,” tutup Muntasir Age.
Comment