Kuasa Pendamping Ibu Mirna Soroti Masalah Nafkah dan Dinamika Rumah Tangga dalam Perkara Perceraian

Foto: Koordinator Nasional TRC PPA, Jeny Claudya Lomawa.

JAKARTA, (News Indonesia) — Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia sekaligus kuasa pendamping perkara perceraian Ibu Mirna Novita, Jeny Claudya Lumowa, menyampaikan sejumlah penjelasan terkait persoalan rumah tangga yang menjadi bagian dari perkara perceraian antara Ibu Mirna dan mantan suaminya, Teguh Prabowo.

Sebelumnya, Jeny telah membantah tuduhan yang disebut tidak berdasar mengenai “tempat narkoba di Bali”. Ia kemudian menuturkan fakta lain yang menurutnya menjadi inti perkara, antara lain persoalan nafkah, dinamika dalam rumah tangga, serta cerita pribadi Ibu Mirna mengenai situasi yang juga berdampak pada anak-anaknya.

Menurut Jeny, selama periode 2012 hingga 2019, Ibu Mirna tidak menerima nafkah dari Teguh Prabowo. Meski demikian, kondisi tersebut tidak menimbulkan masalah ekonomi yang berat bagi Ibu Mirna karena didukung keluarganya. Diketahui, Teguh Prabowo tinggal di rumah keluarga Ibu Mirna selama sembilan tahun.

Jeny juga menyinggung perilaku mantan suami yang dinilainya menunjukkan kebutuhan akan pengakuan. Ia mencontohkan situasi ketika Ibu Mirna membeli sebuah mobil untuk ibunya. Namun, dalam sebuah kesempatan, Teguh Prabowo disebut mengklaim bahwa mobil tersebut adalah pemberiannya untuk sang istri.
Jeny menegaskan bahwa hal tersebut merupakan penilaian subjektif berdasarkan pengamatan selama mendampingi Ibu Mirna.

Ibu Mirna, menurut Jeny, juga kerap mencurahkan isi hatinya mengenai beban yang ia rasakan selama menjalani pernikahan. Salah satunya adalah soal kebutuhan sehari-hari yang disebut kerap dibebankan kepada orang tua Ibu Mirna.

“Segala-galanya minta orang tua dia,” ujar Ibu Mirna sebagaimana dikutip Jeny. Termasuk untuk kebutuhan sederhana seperti uang jajan anak.

Ibu Mirna juga menyebut pernah harus melakukan presentasi terlebih dahulu ketika hendak mendaftarkan anak-anak ke sekolah pilihan, sebuah hal yang menurutnya tidak wajar karena berkaitan dengan masa depan pendidikan anak.

“Anak-anak tidak salah, tapi mereka harus ikut merasakan ketidaknyamanan karena situasi ini. Sangat kasihan,” ucap Ibu Mirna dengan nada sedih.

Comment