TRC PPA Soroti Isu Bukti Percakapan dari Pihak Tak Dikenal dalam Sidang Cerai Mirna Novita

Foto: Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, saat di PA Jaksel.

JAKARTA, (News Indonesia) — Proses persidangan perceraian Mirna Novita di Pengadilan Agama Jakarta kembali menjadi sorotan publik. Hal ini dipicu oleh munculnya isu mengenai kemungkinan diterimanya bukti percakapan (chat) yang berasal dari pihak yang tidak dikenal. Hingga saat ini, majelis hakim belum memberikan keterangan resmi terkait apakah bukti tersebut telah diajukan atau dipertimbangkan dalam persidangan.

Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, yang akrab disapa Bunda Naumi, menegaskan bahwa setiap bentuk bukti harus diuji kebenarannya terlebih dahulu sebelum dipertimbangkan dalam perkara hukum.

“Kami mengingatkan bahwa bukti apa pun tidak bisa serta-merta digunakan jika tidak diajukan secara resmi dalam persidangan. Apalagi jika sumbernya tidak jelas. Hal seperti ini berpotensi menyesatkan dan merugikan pihak yang berperkara,” ujar Bunda Naumi.

Ia juga menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi dalam proses hukum.

“Percakapan pribadi tidak boleh diambil atau disebarkan tanpa izin. Itu melanggar privasi dan bisa masuk ranah pidana sesuai ketentuan UU ITE serta UU Perlindungan Data Pribadi,” tambahnya.

Secara prinsip hukum, pengadilan memang tidak dapat menerima bukti apa pun yang tidak diajukan secara sah dalam persidangan. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam putusan Mahkamah Agung No. 2775 K/PDT/1983 tanggal 9 Februari 1985, yang menyatakan bahwa hakim dilarang menjatuhkan putusan berdasarkan bukti yang tidak ada dalam berkas perkara atau informasi yang diperoleh di luar proses persidangan.

Dalam konteks bukti digital, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 5 Ayat 1 memang mengakui informasi elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah, tetapi tetap dengan syarat tertentu. Bukti harus autentik melalui verifikasi forensik digital, dan harus relevan dengan pokok perkara.

Menurut Bunda Naumi, hal tersebut juga berlaku dalam kasus Mirna Novita.

“Kalau ada bukti chat dari orang yang tidak dikenal, harus diuji dulu keasliannya. Tidak boleh langsung disimpulkan tanpa proses pembuktian. Pengadilan memiliki mekanisme yang jelas untuk menilai apakah sebuah bukti layak dipertimbangkan atau tidak,” jelasnya.

Setiap perkara perceraian memiliki karakteristik yang berbeda. Karena itu, putusan hakim akan didasarkan pada bukti yang diajukan secara sah dan dibahas dalam persidangan, serta pertimbangan hukum yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Publik disarankan untuk merujuk pada sumber resmi atau pihak kuasa hukum terkait guna memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai perkembangan sidang perceraian Mirna Novita.

Comment