Kasus Hak Asuh di PA Jakarta Selatan: Pendamping TRC PPA Soroti Proses Persidangan dan Akses Ibu Terhadap Anak

Foto:  Ketua Nasional TRC PPA sekaligus pendamping Mirna, Jeny Claudya Lumowa, saat mengisi acara sosialisasi Pendidikan dan Perlindungan Anak. 

JAKARTA SELATAN, (News Indonesia) — Proses persidangan perkara hak asuh anak di Pengadilan Agama Jakarta Selatan kembali menjadi perhatian setelah pendamping dari Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia menyoroti sejumlah kejadian dalam persidangan dan rangkaian proses hukum yang berjalan. 

Dalam sidang perkara nomor 1671/PDT.G/2025/PAJS, Ibu Mirna Novita, pihak penggugat, berupaya mendekat untuk memeluk anak pertamanya setelah dua tahun kesulitan bertemu secara bebas. Namun, menurut Mirna, anak tersebut menghindar, dan situasi menjadi tegang ketika kuasa hukum pihak tergugat berada di antara keduanya.

“Tidak ada upaya dari pihak pengadilan untuk mempertemukan kami dengan tenang. Anak dijaga ketat, bahkan kakeknya ikut menjaga, seolah-olah anak tidak mengenal ibunya,” ujar Mirna. Kamis (20/11).

Ia menyampaikan bahwa kejadian tersebut terekam dalam video.

Ketua Nasional TRC PPA sekaligus pendamping Mirna, Jeny Claudya Lumowa, menyatakan bahwa peristiwa di ruang sidang itu menjadi bagian dari sejumlah hal yang mereka ajukan dalam memori banding.

Jeny menjelaskan bahwa pihaknya menilai terdapat sejumlah ketidaksesuaian dan ketidakadilan dalam proses persidangan dan pembuktian. Menurutnya:

Pihak tergugat dinilai memberikan pernyataan yang dianggap kontradiktif terkait pembuktian akta cerai dan permintaan bukti forensik.

Majelis hakim tingkat pertama disebut menerima jawaban tambahan tergugat yang tidak tercatat dalam sistem e-court, serta tidak memberikan salinan kepada pihak Mirna.

Beberapa bukti foto dan video yang menunjukkan hubungan Mirna dengan anak sebelum perceraian disebut tidak dipertimbangkan dalam putusan.

Jeny juga menyampaikan bahwa menurut pihaknya, Mirna mengalami pembatasan akses selama dua tahun, antara lain melalui pemblokiran komunikasi, perpindahan tempat tinggal tanpa pemberitahuan, dan syarat pertemuan dengan pendamping.

Terkait lingkungan tempat tinggal anak, Jeny menyebut ada sejumlah situasi yang menurut mereka perlu dikaji ulang oleh majelis hakim, serta menilai bahwa tuduhan yang dialamatkan kepada pihak Mirna maupun kuasa hukumnya tidak berdasar.

Pihak TRC PPA meminta Pengadilan Tinggi Agama Jakarta meninjau kembali sejumlah aspek yang mereka anggap sebagai kesalahan dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tanggal 16 Oktober 2025.

“Persidangan seharusnya menjadi ruang mencari keadilan. Kami berharap akses yang layak dapat diberikan kepada Ibu Mirna serta kepentingan terbaik bagi anak dapat dijamin,” ujar Jeny.

Hingga berita ini disusun, pihak tergugat dan majelis hakim belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan dalam memori banding tersebut.

Ketua TRC PPA Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, menyampaikan kesediaannya memberikan video kejadian dan dokumen yang tertuang dalam memori banding kepada media dengan ketentuan tetap mematuhi aturan perlindungan identitas anak.

Comment