SUMENEP, (News Indonesia) – Kuasa hukum Aida, Azam Khan, SH, menyampaikan keberatannya terkait dugaan adanya ketidaksesuaian prosedur dalam proses penyidikan perkara dugaan pemalsuan identitas yang saat ini melibatkan kliennya.
Dalam keterangan persnya, Azam Khan menjelaskan bahwa persoalan hukum tersebut bermula dari temuan adanya dugaan penggunaan identitas ganda oleh seseorang berinisial S, yang diduga memiliki dokumen kependudukan berbeda, seperti KTP, Kartu Keluarga, akta kelahiran ganda, dan sejumlah dokumen lainnya.
“Temuan itu muncul setelah kami melakukan telaah hukum (legal opinion) pada tahun 2023. Berdasarkan hasil temuan tersebut, klien kami, Aida, melaporkan dugaan pemalsuan identitas kepada pihak kepolisian karena menyangkut pasal 263 dan 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen negara,” ujar Azam Khan yang juga menjabat sebagai Sekjen Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Jumat (10/10/2025).
Namun, lanjutnya, laporan tersebut justru berbalik. Pihak berinisial S kemudian melaporkan balik kliennya dengan pasal yang sama, yakni dugaan pemalsuan identitas. Dalam laporan itu, S menuding Aida beserta dua anggota keluarganya melakukan pelanggaran serupa di wilayah Desa Banjar Timur, Kabupaten Sumenep.
Azam menilai laporan balik tersebut tidak memiliki dasar hukum (legal standing) yang kuat, karena menurutnya S tidak memiliki hubungan darah maupun hubungan hukum dengan keluarga Aida.
“Dia (S) mengaku sebagai anak dari almarhum Sakija dan Mukawe, padahal keduanya adalah paman dan bibi kandung dari Aida. Artinya, secara hukum, dia tidak memiliki legal standing,” tegas Azam.
Lebih lanjut, Azam Khan mengungkapkan bahwa pihak berinisial S tersebut telah beberapa kali mengajukan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama sejak tahun 2018, namun seluruh pengajuannya ditolak.
“Tercatat sudah empat kali pengajuan penetapan ahli waris dilakukan oleh S, mulai dari tahun 2018, 2019, hingga 2024, dan semuanya ditolak pengadilan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kliennya, Aida, justru telah memiliki penetapan sah sebagai ahli waris sejak tahun 2018, namun S masih terus mengajukan gugatan pembatalan hingga ke tingkat banding, yang juga kembali ditolak oleh pengadilan.
“Kami menilai, jika perkara dengan objek dan pihak yang sama diajukan berulang-ulang, itu sudah termasuk dalam prinsip nebis in idem, yakni perkara yang sama tidak dapat diperkarakan kembali,” jelasnya.
Kuasa hukum Aida itu juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menyerahkan legal opinion dan permohonan kepastian hukum kepada Kapolres Sumenep guna memastikan proses hukum berjalan objektif dan sesuai prosedur.
“Kami sudah bertemu langsung dengan Kapolres dan Wakapolres Sumenep. Beliau sangat terbuka, profesional, dan netral dalam menyikapi persoalan ini. Kami tidak meminta kasus dihentikan, tapi berharap prosesnya berjalan secara adil dan sesuai hukum,” katanya.
Azam menegaskan, jika laporan dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki hubungan hukum, maka secara otomatis kehilangan dasar hukum untuk diproses lebih lanjut.
“Kalau semua orang yang tidak punya hubungan darah bisa memperkarakan pihak lain tanpa dasar yang sah, ini bisa merusak sistem hukum di negara ini,” tegasnya.
Selain itu, Azam juga menyoroti pentingnya kepolisian untuk mematuhi Peraturan Kapolri (Perkap) yang mengatur agar perkara saling lapor tidak ditangani oleh penyidik di ruang unit yang sama, guna menghindari potensi benturan kepentingan.
“Dalam hal ini kami tetap mengapresiasi Kapolres dan jajarannya yang menjaga netralitas. Kami hanya berharap proses ini ditangani sesuai aturan hukum yang berlaku,” pungkas Azam Khan.
Comment