Bangun Narasi Pembelaan, PT Medco E&P Malaka Dinilai Abaikan Keselamatan Warga dan Lingkungan

Foto: Falisilitas produksi PT . Medco E&P Malaka Komplek CPP Blok A Blang Nisam, Kec. Indra Makmue, Aceh Timur.

ACEH TIMUR, (News Indonesia) – Terkait laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, adanya seorang perempuan warga Desa Panton T, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur, yang terpaksa di rawat di Puskemas setempat pada hari sabtu (9/8) karena diduga terpapar gas beracun, akibat aktivitas perawatan fasilitas produksi di As9 milik PT Medco E&P Malaka yang menyebabkan korban korban mengalami, mual, muntah muntah dan kepala pusing.

Setiap jelang pencucian dan perawatan fasilitas produksi, warga setempat resah dan trauma, hal itu disebabkan ingatan periswa keracunan massal warga Panton Rayeuk T, pada september 2023.

“Jangan tunggu korban bertambah baru bergerak. Kita tidak ingin peristiwa 24 September 2023, ketika 34 warga dirawat akibat kebocoran gas H₂S, terulang kembali,” ujar Ahmad Shalihin dalam siaran pers. Senin (11/8)

Pasca tragedi keracunan, berbagai kalangan ikut mengecam dan menyoroti PT Medco E&P Malaka yang dinilai dalam melakukan pencucian dan perawatan fasilitas produksi tidak sesuai Standar Operasional(SOP), pengelolaan lingkungan yang buruk serta tidak adanya sosialisasi dan mitigasi sebagai bentuk antisipasi jatuh korban dikalangan masyarakat terutama terhadap ibu hamil, anak anak dan balita.

Meski banyak yang mengecam, dan mengkritik atas buruknya pengelolaan lingkungan, PT Medco E&P Malaka tak bergeming dan kerap membuat narasi pembenaran, bahkan rekomendasi Komisi Hak Asasi Manusia(HAM) yang dikeluar pada tanggal 4 agustus 2025, pihak PT Medco E&P Malaka terkasan abai serta tak di indahkan terhadap beberapa point penting.

Dalam pelaksanaannya, Medco E&P Malaka berkilah menyatakan komitmen terhadap aspek keselamatan, keberlanjutan lingkungan, dan kepatuhan terhadap regulasi.

“Keselamatan masyarakat, pekerja, lingkungan, dan fasilitas produksi merupakan prioritas utama kami. Kami juga memastikan bahwa seluruh operasi kami berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan semua pihak, sehingga Medco E&P dapat terus berkontribusi dalam mendukung target produksi migas nasional dengan aman dan lancar,” kata Leony Lervyn Senior Communication Medco E&P Malaka.

Surat rekomendasi nomor 96/PM.00.01/3.5.1/VIII/2025 yang ditanda tangani Sepriadi Utama selaku Kepala Komnas HAM Aceh, secara tegas meminta PT Medco E&P Malaka memberikan peerhartian kepada masyarakat Kecamatan Indra Makmue, Kecamatan Banda Alam daan masayarakat yang berada Willayah Kerja(WK) operasi, Komnas HAM juga meminta dilakukannya sosialisasi dan memberikan informasi terhadap rencana pencucian dan perawatan fasilitas produksi, sehingga masyarakat dapat berlindung dari paparan gas berbahaya.

Selanjutnya PT. Medco E&P Malaka diminta untuk menyediakan alat pelindung diri kepada warga yang rentan terdampak pada saat pelaksanaan kegiatan pencucian dan perawatan baik metode perekahan, pengasaman(acid fracturing) atau menggunakan metode lainnya.

Rekomendasi tesebut sebagai tindak lanjut temuan Komnas HAM yang turun langsung menemui warga Desa Panton Rayeuk T dan sekitanya pada bulan sepetember 2024, atas laporan Komunitas Perempuan Peduli Lingkungan (KopPeduli).

Bukan hanya PT Medco E&P yang membangun narasi premature pembelaan dan pembenaran untuk menutupi kebrobrokan dan kelalain atas apa yang terjadi fakta dilapangan, akan tetapi Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) selaku regulator dan pengawas yang bermarkas di Kota Banda Aceh ikut pasang badan, sampaikan apresiasi serta membela mati matian terhadap PT Medco E&P Malaka selaku Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang melakukan ekplorasi gas alam di blok A Kabuapten Aceh Timur tanpa lebih dulu turun ke lapangan untuk melihat dan melakukan observasi secara independen.

Agus Rusli, Kepala Divisi Formalitas dan Hubungan Eksternal BPMA, turut memberikan apresiasi terhadap langkah Medco E&P dalam melaksanakan perawatan fasilitas produksi secara terencana.

“Medco E&P Malaka telah menjalankan perawatan fasilitas dengan mengutamakan aspek keselamatan dan perlindungan lingkungan. BPMA memastikan bahwa seluruh kegiatan KKKS, termasuk Medco E&P, telah memenuhi regulasi dan standar keselamatan industri hulu migas,” jelas Agus Rusli.

Dinilai BPMA bukan lagi sebagai lembaga regulator dan pengawas sesuai amanat MoU Helsinki dan UUPA, akan tetapi menjadi juru bicara PT Medco E&P Malaka, picu reaksi keras ketua Walhi Aceh,

“BPMA itu pengawas perusahaan Migas bukan jadi jubir perusahaan, jangan jadi tameng perusahaan,” tegas Ahmad Shalihin, Selasa (12/8).

Alih alih mendengar masukan dan kritikan, PT Medco E&P Malaka buat sensasi dengan menyalurkan dana kompensasi atau uang tali asih sebesar Rp 1 juta/KK untuk warga lingkar operasi disinyalir sebagai upaya tutup mulut masyarakat.

Penyaluran uang tali asih oleh PT Medco E&P Malaka juga sempat memicu protes keras warga Kecamatan Julok, bahkan sempat terjadi penghadangan terhadap mobil angkutan milik Medco di jalan ROW pada (4/8)lalu, PT Medco dituding diskriminatif terhadap warga lingkar operasi.

“Kita pertanyakan sistem rekrutmen naker, dan pemberian tali asih, mengapa penduduk desa kami, tidak jadi prioritas, kami akan terus lakukan upaya² aksi menuntut perlakuan adil dari perusahaan”, ujar Rusli kordinator aksi kepada media.

Comment